Selasa 20 Oct 2015 07:16 WIB
haji 2015

Inginnya Pergi untuk Kembali

Jamaah melaksanakan ibadah tawaf di Masjidil Haram, Makkah, Sabtu (12/9).  (foto : AP)
Jamaah melaksanakan ibadah tawaf di Masjidil Haram, Makkah, Sabtu (12/9). (foto : AP)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Puspita dari Tanah Suci

MAKKAH -- "Ayo, Ratna." Bunyi pesan whatsapp itu mengiringi foto-foto yang diunggah. Foto-foto itu menampilan koper diangkat ke dalam kontainer yang terparkir di halaman Kantor Urusan Haji Indonesia Daerah Kerja Makkah, Syisyah, Makkah, Arab Saudi, Sabtu (17/10) siang waktu setempat.

Saya melongok ke halaman melalui jendela di kamar saya. Kamar saya berada di lantai tiga dengan jendela menghadap persis ke halaman. Kesibukan mengangkut koper-koper berukuran besar menjadi pemandangan utama.

Truk milik perusahaan cargo Mohsen terparkir di halaman. Petugas berseragam putih-hitam menggeret koper berukuran besar. Para pekerja Mohsen mengangkut koper itu satu per satu ke dalam truk berwarna putih. Sebelum dimasukkan ke dalam truk, koper-koper itu ditimbang. Ada dua orang yang mengawasi timbangan.

Saya -dengan malas- bangun dari kasur kemudian menggeret koper saya. Saya sudah mengemas barang-barang sejak dua hari sebelumnya. Hanya beberapa benda yang saya tambahkan ke dalam koper. Saya pun yakin koper itu tidak bakal kelebihan beban.

Saya juga sudah menimbang koper itu, Sabtu pagi. Hasilnya, bobot koper saya 'hanya' 29 kilogram. Angka itu pula yang muncul di timbangan milik Mohsen. Koper saya hanya sempat antre sebentar sebelum mendarat di dalam kontainer milik Mohsen.

Saya memandangi tumpukan koper-koper yang menjadi tanda tugas saya, begitu pun dengan petugas haji di Daker Makkah, sudah usai. Kami segera pulang ke Tanah Air. Kami dijadwalkan pulang, Ahad (18/10) malam waktu setempat.

Ahad pagi menjadi pagi terakhir kami berada di Makkah. Saya dan teman-teman Media Center Haji (MCH) Daker Makkah memulai hari dengan lebih cepat. Pukul 03.00, kami sudah bangun‎ dan bergegas menuju Masjidil Haram. Kami hendak shalat shubuh di Masjidil Haram, sekaligus thawaf wada atau perpisahan.

Masjidil Haram sudah tampak sepi. Tidak lebih dari sepuluh orang duduk di atas Bukit Marwah. Jamaah yang sedang melakukan prosesi sa'i juga sangat lengang. Area mataf juga sudah lebih lengang. Jamaah yang melakukan tawaf hanya terlihat di lingkaran utama, dekat dengan ka'bah.

Bahkan, jamaah dapat shalat di dekat Ka'bah. Ada dua shaf jamaah yang ‎shalat di antara Rukun Syami dan Rukun Yamani. Kepadatan hanya terlihat di dekat Hajar Aswad dan Hijir Ismail.

Saya, Kepala Seksi MCH Daker Makkah Muhammad Khoiron, dan wartawan TVRI Muhammad Yusuf sempat berkeliling dari ‎Hijir Ismail ke Hajar Aswad sebelum memulai tawaf sunnah. Usai tawaf, kami melakukan itikaf sembari menunggu shubuh.

Jam sudah menunjukkan pukul 05.32 ketika tiba waktunya kami mengucapkan perpisahan dengan Baitullah. Khoiron memimpin doa tawaf wada. Suaranya terdengar bergetar melantunkan doa perpisahan selama mengelilingi Ka'bah tujuh putaran. Begitu pula ketika berdoa di depan Multazam untuk mengakhiri prosesi tawaf wada.

Air mata tampak membasahi mata kami selama prosesi itu. Dua petugas kesehatan yang turut berdoa bersama kami di depan Multazam terdengar sesenggukan ketika harus mengucapkan perpisahan.

Kami melangkahkan kaki keluar Masjidil Haram sembari sesekali menengok ke arah Ka'bah. Kami merasa suasana Makkah tampak berbeda. Udara tidak terasa panas, matahari juga tertutup awan. Kami terus keluar hingga bertemu ratusan burung Merpati memenuhi jalan di depan Masjidil Haram, tepatnya di Ajyad.

Merpati itu langsung terbang ke angkasa ketika kami melangkahkan kaki mendekati mereka. Tapi, merpati-merpati itu tidak terbang terlalu jauh. Mereka juga tidak terbang lama, sebentar kembali mendarat.

Saya menikmati bermain-main dengan merpati itu hingga tiba waktunya kembali ke Kantor Urusan Haji Daker Makkah untuk mempersiapkan kepulangan. Beberapa jam kemudian, tepatnya Pukul 11.00, tiba saat kami mengucapkan salam perpisahan dengan semua yang tertinggal di Kota Makkah.

Pada momen itu, saya menyadari perpisahan adalah momen yang tidak terelakkan. Sepanjang hidup, saya -dan mungkin juga semua manusia di dunia- sering mengucapkan perpisahan dalam berbagai bentuk. Sebab, seperti yang diucapkan seorang teman: perpisahan adalah sebuah kepastian karena kita hidup dengan banyak kenangan.

Entah kapan kami akan kembali ke Makkah. Namun, semua menyelipkan doa yang sama: aku ingin kembali ke rumah-Mu, ya Allah. ‎Saya pun berharap hanya berpisah sementara dengan Kota Makkah. Suatu hari, saya akan kembali, sepertihalnya merpati yang mengepakan sayapnya untuk terbang beberapa meter lalu mendarat kembali ke daratan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement