REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Pascainsiden jatuhnya crane musim haji lalu, pemerintah Saudi meningkatkan standar keamanan konstruksi. Perusahaan konstruksi yang menggunakan tower crane harus mendapatkan sertifikat uji tanah (soil tested) dari laboratorium khusus sebelum mengoperasikan mesin-mesin berat.
“Perusahaan-perusahaan harus mendapatkan sertifikat uji tanah dari agen resmi untuk memastikan kemampuan crane menahan beban berat,” tulis Departemen Pertahanan Sipil (Civil Defense Department) dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Al Bawaba, Kamis (12/11).
Pernyataan ini menyusul peristiwa dua bulan silam ketika sebuah crane runtuh di Masjidil Haram. Peristiwa naas itu menewaskan ratusan jamaah haji dari berbagai negara.
Departemen Pertahanan Sipil mensyaratkan, tes harus mencakup pengaruh gerakan crane pada tanah serta efek aerodinamis pada saat terjadi angin kencang. Mereka juga mendesak kontraktor untuk mengambil sejumlah langkah perlindungan sebelum terjadi insiden serupa.
Kontraktor harus memeriksa kabel listrik yang melekat pada crane dan memastikan tidak ada kerusakan parsial selama operasi. Selain itu, harus dijaga cukup ruang untuk pergerakan crane saat terjadi bongkar muat material berat. Waktu operasional dan istirahat crane juga perlu diperhatikan.
Berbicara tentang mobile crane, CDD mengatakan kontraktor harus memastikan crawler tidak memiliki kendala yang menghambat gerakan. Kontraktor juga harus memeriksa kecepatan angin untuk memastikan benda itu berada pada tingkat aman.
“Jika inspektur menemukan sesuatu yang salah selama tes, kontraktor harus sepenuhnya menghentikan operasi crane untuk melakukan perbaikan. Operator harus menginformasikan kepada insinyur pemeliharaan jika mendengar suara yang tidak biasa atau aneh,” tambah CDD.
Sebelumnya, CDD telah mengatakan tower crane harus dirancang dengan kemampuan menahan badai, sesuai kode konstruksi Kerajaan Saudi, dan memiliki lampu indikator untuk memastikan keselamatan. Opearator crane juga harus memiliki pelatihan memadai dan alat pelindung lengkap.