‘’Pergi haji bagi yang mampu!’’ Kaidah rukun Islam ini sangat dipahami semua Muslim, termasuk Kiai Ahmad Yusro yang mengasuh sebuah pesantren di dekat kawasan Cilacap bagian barat. Wilayah ini tak jauh dari Sungai Cintanduy yang merupakan batas alami provinsi Jawa Barat dan Tengah. Pada soal haji ini dia mengaku dalam beberapa perbincangan bila semenjak muda hingga usia 80 tahun sangat ingin naik haji.
‘’Tapi apa daya. Di kala muda tak ada dana karena terkuras untuk mengurus pesantren dan kebutuhan keluarga. Ketika sudah lebih dari 75 tahun antrean haji sudah begitu panjang, ‘’ katanya sembari menggeleng-gelengkan kepala.
''Pahala setara dengan haji saya mungkin bisa didapat dengan cara melakukan shalat Jumat tanpa putus dalam jangka lama,’’ tukas dia sembari mengutip sebuah hadis.
Dan memang, semenjak muda Kiai ini dikenal sangat ‘qaanah’. Dia tidak gentar atau silau dengan gemerlap dunia. Dia berikan harta dan jiwa secara total untuk mengurus pesantren yang dia bangun sendiri semenjak awal tahun 60-an. Tak ada pekerjaan lain selain mengajar santri aneka kitab kuning. Pekerjaan ini dilakukan tanpa jeda, pagi, siang, dan malam sampai akhir hayatnya. Jarang sekali bepergian. Kalau ke luar rumah hanya berjalan beberapa meter dari pintu rumahnya, yakni menjadi imam shalat di masjidnya. Sepanjang hidupnya berpuasa Daud. Sepanjang hayatnya selalu shalat tepat waktu. Shalat sunah dan tahajud tak pernah putus
Menurut dia, sewaktu muda keinginan naik haji memang sudah meluap. Apalagi hasil sawah yang dipunyai cukup untuk membiayai kepergiaannya. Saat itu nilai tukar hasil panenan seperti beras cukup mahal atau nilainya sebanding dengan harga komoditi yang lain. Dengan kata yang sederhana: hidup sebagai kiai yang petani saat itu bisa diandalkan!