Ahad 04 Sep 2016 09:10 WIB

Berharap Pertolongan di Masjid Al-Haram

Suasana Masjidil Haram
Foto: Reuters
Suasana Masjidil Haram

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Laporan Didi Purwadi dari Tanah Suci

MAKKAH -- Lelaki berparas Timur Tengah itu mendekat ketika kami duduk sila menantikan azan shalat Jumat berkumandang.

Wajahnya mirip Naseem Hamed, petinju legendaris Inggris yang dijuluki The Prince. Tinggi dan kurus badannya persis petinju yang terkenal dengan gaya atraktifnya di ring yang sungguh menghibur penonton tersebut.

"Indonesia?" ujarnya. Sebuah kata pembuka yang manjur membuka pembicaraan pada siang itu. Duduk bersila di lantai tiga Masjid al-Haram, kami terlibat pembicaraan yang tersendat-sendat karena kendala bahasa.

Lelaki itu terus tersenyum ketika mencoba menyimak ucapan kami. Jari jempol dan jari telunjuknya dihubungkan seperti emoticon 'oke' ketika tidak memahami ucapan kami. "Small," katanya.

Maksudnya, sedikit kemampuan Bahasa Inggrisnya. Lewat gerakan kedua jarinya yang seperti emoticon 'oke' tersebut, dia bermaksud memberitahu kami dia tidak paham ucapan kami.

Meski pembicaraan tersendat-sendat dan banyak tidak nyambungnya, kami tahu lelaki yang mirip petinju Muslim kelahiran South Yorkshire tersebut berasal dari Palestina. Orang tuanya telah tiada dan dia tinggal dalam pengungsian di Tanah Suci.

Lelaki Palestina yang berjenggot tipis itu akhirnya mengeluarkan sebuah fotokopi surat. Sebuah surat testimoni atas nama Imam Masjid al-Rahman yakni Syeikh Abdulkarim bin Mansoor as-Salmi.

Tidak tahu apakah Masjid al-Rahman ini merupakan masjid di Jeddah yang terapung di bibir pantai Laut Merah atau Masjid al-Rahman lainnya.

Namun, lewat surat testimoni yang diketik dalam Bahasa Inggris tersebut, banyak informasi yang didapat. Nama lelaki Palestina itu Khaled Ali Saeed Nasser. Dia berasal dari Gaza. Ayahnya meninggal ketika agresi (tidak disebutkan agresinya Israel) menghantam rumahnya. Ayahnya saat itu sedang berada di rumah.

Dia kini tinggal bersama keluarga besarnya yang berjumlah 14 orang anak-anak. Kebanyakan adalah perempuan. "Sekarang mereka menjadi gelandangan," kata surat testimoni tersebut.

Arah pembicaraan pun akhirnya bisa ditebak. Lelaki berparas seperti Prince Naseem ini rupanya ingin meminta sumbangan. Sempat terbesit rasa curiga, tapi saya ingat pesan seorang teman, "Jika orang ingin menipu, biarkan itu urusannya dia dengan Sang Pencipta. Tapi, yang penting di Tanah Haram, kita jangan berperasangka buruk pada orang."

Pembicaraan pun ditutup dengan kesepakatan kami akan memberikan sedekah setelah melaksanakan shalat Jumat. Khatib Jumat berceramah tentang makna Maqom Ibrahim, jejak telapak kaki Nabi Ibrahim saat membangun Ka'bah. Khatib menyebut Maqom Ibrahim merupakan bukti keikhlasan Nabi Ibrahim terhadap perintah Allah SWT.

Usai shalat Jumat, kami berlomba dan berdesak-desakan keluar Masjid al-Haram. Khaled Ali Saeed Nasser lincah mengikuti arah pergerakan kami. Selincah Prince Naseem Hamed ketika mengunci dan menguliti lawannya dengan tariannya di ring tinju.

Pesan khatib terus terngiang-ngiang. Maqom Ibrahim merupakan bukti keikhlasan Nabi Ibrahim terhadap perintah Allah SWT. Sebuah makna, kita melakukan segala sesuatu harus ikhlas karena mengharap ridha Allah SWT.

Di ujung pintu Marwah, seorang rekan wartawan lainnya datang bersama dua wanita dan dua lelaki. Mereka ternyata mencari Khaled Ali Saeed Nasser. Dua wanita dan dua lelaki yang bersama kawan wartawan itulah 'jodohnya' Khaled.

Mereka sedang kebingungan mencari orang yang mau menerima bantuan infaknya. Sementara, Khaled sedang kebingungan mencari uang untuk menghidupi keluarganya. Sungguh 'jodoh' bertemu di Masjid al-Haram.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement