Senin 05 Sep 2016 10:14 WIB

Menag Minta Asas Proporsionalitas Penetapan Kuota Haji Direvisi

Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin (tengah memberikan keterangan pada sidang itsbat penentun awal Zulhijjah 1437 H di Kantor Kemenag, Jakarta (1/9).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin (tengah memberikan keterangan pada sidang itsbat penentun awal Zulhijjah 1437 H di Kantor Kemenag, Jakarta (1/9).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai bahwa pendekatan proporsionalitas jumlah umat Muslim dalam menghitung kuota haji negara-negara pengirim jemaah sudah tidak relevan. Karena itu, menag yang juga berstatus sebagai Amirul Haj mendorong adanya upaya bersama agar bisa segera dilakukan revisi penetapan kuota.

"Ketentuan satu per mil dari total populasi umat Muslim setiap negara ini sudah perlu diperbaiki. Pendekatan seperti itu tidak relevan lagi karena ada sejumlah negara yang tidak maksimal menyerap kuota yang dimilikinya sementara ada negara lain yang antriannya begitu panjang karena kuota yang ada tidak sebanding dengan animo masyarakat yang ingin berhaji," kata Menag setibanya di Bandara Internasional King Abdul Aziz (KAAIA) Jeddah bersama rombongan Amirul Haj, Ahad (4/9) dikutip dari laman resmi Kemenag.

Indonesia sejak tahun lalu terus mengupayakan agar ada revisi penetapan kuota. Menurut Menag, ketentuan proporsionalitas harus diimbangi dengan kebijakan bahwa negara yang tidak terserap secara masksimal bisa dialihkan kuoanya ke negara yang antriannya sangat panjang. "Mudah-mudahan Saudi dan negara pengirim jemaah bisa menyepakati hal ini sehingga kuota Indonesia bisa bertambah," katanya.

Visa Haji

Terkait visa, Menag menegaskan bahwa persoalan visa yang sempat muncul pada awal pemberangkatan bukan karena keterlambatan. Masalah visa terjadi lebih karena adanya koordinasi dan komuikasi yang kurang optimal sehingga ada sebagian jemaah yang semestinya berangkat pada gelombang kedua memaksakan diri untuk berangkat lebih awal.

"Di masa mendatang, tidak boleh ada lagi jemaah yang seharusnya berangkat gelombang kedua memaksakan diri berangkat gelombang pertama. Karena, hal itu akan merusak konfigurasi atau formasi jemaah yang sejak awal sudah terformat dalam kloter," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement