Senin 12 Sep 2016 20:03 WIB

Ketua KPAI: Teladani Nabi Ibrahim dalam Perlakukan Anak

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh
Foto: MGROL75
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh saat menjadi khatib pada shalat Idul Adha mengajak umat meneladani Nabi Ibrahim dalam membina keluarga, terutama dalam memperlakukan anak.

"Kisah Ibrahim memberikan keteladanan kepada kita pentingnya mendengar pendapat anak. Cara komunikasi orang tua dengan anak dibangun dengan cara dialogis dan memandang anak sebagai makhluk unik yang memiliki rasa serta pandangan," kata Niam di Masjid Jami' al-Hidayah Pamulang, Tangerang Selatan, Senin, sebagaimana dikutip dalam siaran pers.

Dikatakannya, di dalam Al Quran dikisahkan Nabi Ibrahim mendapat wahyu lewat mimpi yang memerintahkannya untuk mengorbankan anaknya, Ismail. Peristiwa yang kemudian diperingati sebagai hari raya Idul Adha.

"Sungguhpun Ibrahim sadar bahwa apa yang diimpikannya adalah wahyu dari Allah SWT, ia tetap mengomunikasikannya dengan Ismail, karena ini terkait dengan eksistensi dirinya (Ismail)," kata Niam.

Dikisahkan Ibrahim meminta pendapat Ismail terkait perintah yang diterimanya dan Ismail pun menguatkan Ibrahim untuk melaksanakan perintah itu. Menurut Niam, sikap Ibrahim ini menunjukkan penghargaan terhadap pendapat dan akal budi anaknya.

Dengan proses komunikasi yang demikian akan terlahir penghormatan dan keakraban antara anak dengan orang tua. "Seorang anak akan memiliki ketaatan kepada orang tua karena didikan yang memanusiakan," kata Niam yang juga dosen pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Pada bagian lain Niam mengatakan, pelajaran terpenting dari ibadah kurban antara lain adalah bagaimana mendudukkan kecintaan kepada dunia, kecintaan pada harta dan anak secara proporsional, seimbang antara cinta dan tanggung jawab.

Menurut Niam, dalam realitas kehidupan keseharian justru banyak orang jatuh karena ketidakmampuan menunaikan tanggung jawab terhadap anak. Di tengah masyarakat seringkali anak menjadi faktor pemicu konflik, terjadi rebutan kuasa asuh saat perceraian, konflik bertetangga akibat ingin membela anak, hingga konflik dengan sekolah dan lingkungan akibat cinta buta terhadap anak.

Di sisi lain, tidak jarang anak ditelantarkan oleh orang tua, dieksploitasi secara ekonomi, dilacurkan, dan segala bentuk kriminalitas yang lain. "Kasus perceraian yang terus meningkat tiap tahun, yang hingga akhir tahun 2015 sudah menembus lebih 400 ribu kasus, semakin merentankan ketahanan keluarga dan perlindungan anak," katanya.

Kembali ke kisah keluarga Nabi Ibrahim, Niam pun mencontohkan peran istri Ibrahim, Siti Hajar, yang memiliki integritas, tidak gampang termakan hasutan pihak ketiga agar ia menggagalkan Ibrahim melaksanakan wahyu yang terimanya.

"Tidak jarang, pertahanan diri dalam urusan integritas seseorang, semisal urusan bisnis atau pekerjaan, jebol melalui istri. Hajar memberi keteladanan soal integritas itu," katanya.

Kombinasi ayah hebat, taat, dan demokratis serta ibu yang ulet, beriman, gigih, tahan fitnah dan hasutan akan mengantarkan kondisi harmonis dan situasi ideal dalam pengasuhan dan perlindungan anak, kata Niam.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement