REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Sayuti Hamid (65 TAHUN), jAmaah haji asal Bengkalis, Riau, mengaku berterima kasih dengan layanan yang diberikan petugas haji selama di Saudi Arabia. Dia pun brkisah tentang kehangatan uluran tangan petugas haji yang dirasakannya, khususnya saat sakit hingga dirawat selama sepuluh hari di Rumah Sakit King Abdul Aziz, Makkah.
"Sepuluh hari saya dirawat di Rumah Sakit King Abdul Aziz, setiap hari saya dikunjungi sama petugas sampai dijemput saat pulang," kenang Sayuti sambil berlinang air mata. Penyakit jantung yang dideritanya selama lima tahun terakhir, memaksa dirinya untuk dirawat.
Kehadiran petugas di tengah kondisi ketidakberdayaan, sangatlah berarti. Bukan saja sebagai jembatan karena keterbatasan komunikasi dengan tenaga medis Saudi Arabia, tapi sekaligus penghibur dikala sepi dan sedih.
Saat ditemui di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, jelang kepulangan ke Indonesia, dia hanya mampu duduk di kursi rodanya yang masih tampak baru. "Kursi roda ini saya beli seharga 300 riyal, beberapa hari sesampainya di Madinah," tuturnya.
Menjalankan ibadah haji di usia senja memang tidaklah mudah. Terlebih, bila membawa penyakit resiko tinggi dari Tanah Air, tidak ada saudara atau keluarga yang mendampingi. Itulah yang dirasakan Sayuti.
Wajah tegar itu menunjukkan betapa semangat membara dalam dirinya ingin bisa menunaikan seluruh rangkaian ibadah haji, dari yang wajib hingga sunnah. Bahkan, terbersit dalam angannya berziarah ke tempat yang merupakan jejak perjuangan Rasulullah SAW. Namun apa daya, penyakit jantung yang diderita lima tahun terakhir tidak bersahabat dengan semangat dan ketegaran fisiknya.
"Sedihlah kita. Ya...orang bisa berjalan sendiri, sementara kita didorong. Kaki ini, rasanya masih kuat untuk diajak berjalan, bukan pula jamaah udzur, namun jantung sudah tak tahan," katanya sambil melanjutkan kisahnya.
Sayuti mengaku saudah tahu dengan penyakit yang dideritanya, sejak di Tanah Air. Setiap bulan kontrol. Bahkan, menurutnya, dia sudah meminta dokter untuk menangani jantungnya kalau memang harus pasang 'ring' atau lainnya. Dia pasrah dan tidak ingin sakitnya menjadi hambatan saat di Tanah Suci nanti. Namun sang dokter menyarankan agar dirinya sering berlatih berjalan kaki. Dan Sayuti pun melakukan saran dari dokter.
Hari-hari jelang keberangkatan ke Tanah Suci, pensiunan pegawai Pelabuhan Tanjung Uban Bintan itu, melatih diri berjalan kaki, setidaknya satu kilometer, sambil memperhatikan kondisi jantungnya. "Ya waktu di sana (Indonesia), masih kuat jalan kaki satu hingga dua kilometer," ucapnya semangat.
Sesampainya di Madinah, seperti halnya jamaah lain, Sayuti juga menjalankan ibadah arbain. Dari hotel ke Masjid Nabawi yang berjarak kurang dari 300 meter itu dilakoni jalan kaki. Namun, menurutnya, dia hanya kuat sampai tiga hari, karena jantung terasa sesak. Makanya, dia memutuskan untuk membeli kursi roda.
Kondisi memburuk dialami Sayuti hingga dia harus dilarikan ke rumah sakit, usai melaksanakan umrah di Masjidil Haram. "Waktu itu, umrah sampai jam 3 malam, kita pulang, dan besoknya sudah kecapean. Sesak tak tertahan karena ada sakit jantung, tidur tak mau, oleh petugas (dokter kloter) langsung dirujuk ke rumah sakit," tuturnya perlahan sambil mengatur napas.
Kini, dia bersyukur dapat menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji, meski dengan segala kekurangan yang dimilikinya. Selamat jalan pulang ke Indonesia pak Sayuti, semoga selamat sampai rumah dan memperoleh haji mabrur.