REPUBLIKA.CO.ID, Laporan Wartawan Republika, Didi Purwadi dari Makkah, Arab Saudi
Senin (26/9) siang yang terik, kami meluncur menuju Padang Arafah. Tujuannya satu: Jabal Rahmah. Jabal (gunung) yang sebenarnya bukit berbatu yang tidak tinggi itu diyakini sebagai tempat bertemunya Nabi Adam alaihissalam dan Siti Hawa setelah berpisah selama ratusan tahun sejak diturunkan dari surga ke bumi akibat dosanya memakan buah khuldi.
Kami tiba di Jabal Rahmah ketika matahari tepat berada di atas kepala. Tapi, cuaca siang itu sedikit mendung, sehingga udara padang Arafah tidak terlalu menggigit.
Sebuah reklame ukuran besar sengaja dipampang untuk menyambut kedatangan peziarah. ‘’Nabi Anda yang tercinta, Nabi Muhammad SAW, tidak datang ke sini kecuali Arafah. Beliau juga tidak naik ke gunung. Nabi pun tidak memerintahkan untuk mengusap sesuatu yang ada di gunung atau pohon-pohon. Beliau tidak memerintahkan shalat di atas gunung, menulis di batu, atau membangun sesuatu di atas gunung.’’
Pengumuman serupa disiarkan lewat pengeras suara dalam berbagai bahasa. Salah satunya dalam bahasa Indonesia. Tapi, kenyataannya memang banyak jamaah yang menjadikan Jabal Rahmah sebagai tempat mustajab untuk memohon sesuatu berkaitan dengan rahmah (kasih sayang).
Kotoran unta yang berbentuk seperti kurma ukuran besar, bertebaran di halaman parkir menuju tangga Jabal Rahmah. Beberapa pedagang berteriak menawarkan barang dagangannya dari balik mobil jualannya. Siang itu Jabal Rahmah sunyi, hanya ada beberapa peziarah. Jumlahnya tidak lebih dari 50 orang.
Kami menuju puncak Jabal Rahmah setinggi 70 meter dengan menaiki anak tangga. Jumlahnya mungkin 100an lebih anak tangga. Di kanan kiri tangga, batu-batu besar bertebaran. Beberapa batu terjamah coretan nama-nama peziarah yang mungkin berharap diberikan kelancaran jodoh atau kelanggengan pasangan. Beberapa nama sangat khas nama Indonesia.
Ketika padat-padatnya pengunjung pada hari Arafah, katanya banyak peziarah yang sampai berebutan memanjati bebatuan besar-besar untuk bisa sampai di puncak jabal rahmah. Kami dari Media Center Haji (MCH) siang itu tidak perlu bersusah payah untuk sampai di puncak Jabal Rahmah. Hanya butuh 5-7 menit jalan santai lewat naik tangga, kami sudah tiba di puncak yang menjadi titik bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa.
Pemandangan padang Arafah tersaji indah ketika kita sampai di puncak Jabal Rahmah. Tapi, bukan memandang padang Arafah yang menjadi target utamanya. Adalah sebuah tugu berbentuk kotak dengan lebar 1,8 meter dan tinggi 8 meter yang menjadi tujuan peziarah mendaki Jabal Rahmah.
Tugu tersebut diyakini sebagai titik tempat bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa yang terpisah selama ratusan tahun. Nasib tugu Adam-Hawa sama seperti bebatuan besar yang berserakan di sepanjang jalan mendaki menuju puncak Jabal Rahmah. Tugu itu tidak terlepas dari coretan nama-nama orang yang berharap mendapatkan jodoh dan langgeng bersama pasangan hidupnya.
Di dekat tugu tersebut, ada tiga peziarah pria berparas Pakistan melakukan shalat. Seorang peziarah wanita berdoa di samping tugu. Sementara, beberapa peziarah lainnya memilih berfoto dengan latar belakang tugu atau pemandangan padang Arafah.
Sebuah pengumuman seperti reklame besar di bawah bukit juga dipasang di tugu tersebut. Isinya sama, agar peziarah jangan mengultuskan Jabal Rahmah. Tapi, tetap saja ada peziarah yang berdoa di depan tugu agar diberikan jodoh.
Puncak bukit Jabal Rahmah diyakini sebagai titik tempat bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa yang terpisah selama hampir ratusan tahun. Nabi Adam diturunkan di wilayah Srilanka dan Siti Hawa diturunkan di wilayah Jeddah.
Jabal Rahmah siang itu sunyi sekali. Mungkin seperti itu pula ketika Adam dan Hawa bertemu di puncak Jabal Rahmah. Hanya ada desiran angin dan pemandangan romantis Padang Arafah.