Rabu 23 Nov 2016 12:57 WIB

Pemerintah Perlu Regulasi Pengawasan Umrah

Jamaah umrah Persada Indonesia. (Ilustrasi)
Foto: Persada Indonesia
Jamaah umrah Persada Indonesia. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag), dapat segera membuat regulasi pengawasan bagi para Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Regulasi ini penting sebagai dasar Kemenag dalam menyelesaikan berbagai kasus umrah sekaligus meningkatkan kepuasan jemaah.

Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher berharap, pemerintah memberikan kepuasan pelayanan bagi jamaah. "Mereka harus merasa nyaman dan dapat melaksanakan ibadah dengan optimal," katanya usai menjadi narasumber pada seminar Penelitian Pelaksanaan Umrah di Indonesia dan Saudi Arabia di Jakarta, Rabu (23/11).

Menurut Ali, regulasi pengawasan umrah ini harus segera diwujudkan. Dia mengaku bersama anggota dewan lainnya akan memberi dukungan, sehingga pengawasan Kemenag semakin efektif, penyelenggara umrah makin tertib, dan mengindahkan aturan.

Ali juga memandang pentingnya sertifikasi PPIU agar bisa dibuat klasifikasi atau peringkatnya. Pemeringkatan ini, menurut Ali Taher, penting agar dapat diketahui kemampuan manajemen dari travel bersangkutan.

Hal lain yang dinilai penting dibuat pemerintah adalah klasifikasi ongkos transportasi dari setiap daerah atau provinsi. Jika ongkos umrah dapat dipetakan, Ali berharap, akan mempermudah PPIU dalam menetapkan harga atau biaya umrah. "Artinya, ada kepastian berapa yang harus dibayar oleh setiap anggota jemaah umrah ke depannya. Tidak sekedar mengira-ngira lagi," katanya.

Terpenting, lanjut Ali, sosialisasi kebijakan penyelenggaraan umrah harus sampai kepada lapisan akar rumput. Sebab, kalau ada PPIU nakal tetap saja bermuara kepada pemerintah. Para penyelenggara umrah kerap lepas tangan ketika menghadapi persoalan.

Menurut Kepala Pusat Kehidupan Keagamaan Muharom, penelitian Puslitbang menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan PPIU terhadap PMA 18 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. Pelanggaran itu di antaranya, penggabungan jamaah PPIU berizin ke PPIU lain tak berizin, sehingga yang membawa jamaah umrah adalah PPIU tidak berizin. Pelanggaran lainnya, pemulangan tidak sesuai jadwal, penggunaan pesawat non-direct (tidak langsung) dan saat transit disambung pesawat lain.

Penelitian ini juga menemukan pelanggaraan yang dilakukan PPIU karena tidak mengasuransikan kesehatan jamaah dengan alasan kesehatan dijamin pemerintah Arab Saudi. Ada juga PPIU yang tidak menyediakan penginapan, tidak menyiapkan tenaga kesehatan, jamaah tidak divaksin, serta PPIU tidak membuat perjanjian dengan jamaah atas hak masing-masing.

Selain Ketua Komisi VIII, tampi sebagai narasumber dalam seminar ini, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Abdul Djamil tampil bersama peneliti Badan Litbang dan Diklat Kemenag Abdul Djamil.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement