IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Abdul Djamil mendorong agar penyelenggara umrah yang mengantongi izin operasi dari pemerintah untuk memiliki komitmen mendalam melayani jamaah Indonesia. Hal ini agar kasus penelantaran jamaah baik di tanah suci Arab Saudi maupun di tanah air tidak terus terjadi.
Pada tahun 2016, sedikitnya 1.920 jamaah terlantar di Arab Saudi dengan berbagai alasan, salah satunya karena faktor maskapai penerbangan yang tidak dapat mengangkut jamaah kembali ke tanah air. Terdapat 29 travel umrah yang terlibat dengan rincian 10 travel resmi dan sisanya adalah travel tidak resmi.
"Angka tersebut harus terus ditekan agar tidak terjadi lagi di masa mendatang. Pada dasarnya, jamaah umrah kerap menjadi pihak lemah yang dirugikan dan tidak memiliki posisi tawar jika sudah menjadi korban," ujar Abdul Djamil di Jakarta, Selasa (17/1).
Baca juga: Amphuri Siap Layani Kuota Haji Tambahan
Menurut Abdul Djamil, dituntut komitmen, integritas, dan etika bisnis Islami dalam industri travel umrah. Kemenag dan travel resmi ini memiliki ranah berbeda, tapi berjalan dalam koridor yang sama. Keduanya perlu melakukan perlindungan jamaah.
Ditambahkan Djamil, maraknya kasus penelantaran banyak disebabkan karena calon jamaah masih mudah tergiur diiming-imingi paket umrah murah tapi sejatinya berisiko. Nilai keuntungan bisinis yang besar kadang memicu menjamurnya travel umrah, terlebih biro perjalanan abal-abal yang sekedar mengejar untung dan mengabaikan pelayanan prima bagi jamaah.
"Kalau travel umrah itu banyak, maka ada kompetisi. Kalau tidak seperti itu, maka tidak ada kompetisi. Kalau ada insiden penelantaran itu adalah bagian dari kompetisi. Peluang bisnis banyak tapi kerap kali penyelenggara tidak memperhatikan aspek kehati-hatian sehingga timbul persoalan," ungkap dia.