Ahad 12 Feb 2017 15:15 WIB

Mengapa Muncul Fenomena Umrah Murah?

Kasubdit Pembinaan Haji dan Umroh Kemenag M Arfi Hatim (kiri) bersama Plt. Deputi Bidang Pencegahan KPPU Taufik Ahmad menjadi narasumber saat silaturahim bulanan IITCF di Jakarta, Sabtu (11/2).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Kasubdit Pembinaan Haji dan Umroh Kemenag M Arfi Hatim (kiri) bersama Plt. Deputi Bidang Pencegahan KPPU Taufik Ahmad menjadi narasumber saat silaturahim bulanan IITCF di Jakarta, Sabtu (11/2).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Beberapa tahun terakhir,  umrah sudah menjadi kebutuhan yang primer akibat panjangnya waiting list ibadah haji. Di sisi lain, kenyataan ini ditangkap oleh para pelaku bisnis sebagai peluang untuk mendapatkan keuntungan ekonomis, dan sebagian lagi dengan alasan membantu masyarakat mewujudkan keinginan, sehingga mereka menjadi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah PPIU. “Maka terjadilah persaingan yang sengit di antara mereka,” kata Kasubdit Pembinaan Umrah Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama M Arfi Hatim.

Arfi mengemukakan hal tersebut dalam talk show bertema “Fenomena Umrah Murah, Kualitas dan Risiko terhadap Jamaah” yang diadakan dalam rangka silaturahim bulanan Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) di Hotel Ibis Cawang, Jakarta, Sabtu (11/2/2017). Talk show yang dibuka oleh Chairman IITCF Priyadi Abadi itu juga menampilkan nara sumber Direktur Pengkajian dan Kebijakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Taufik Ahmad.

Arfi menambahkan, persaingan sengit di antara PPIU itu   ditambah dengan semakin banyaknya alternatif penerbangan dan hotel yang semakin variatif, dan juga kreativitas PPIU dalam melahirkan produk. Hal itu juga didukung oleh adanya pergeseran makna kenyamanan terkait ibadah umrah. “Meningkatnya semangat masyarakat untuk berumrah menjadikan kenyamanan sebagai suatu yang semakin subyektif,” tuturnya.

Dahulu, kata Arfi, PPIU mendefinisikan kenyamanan dengan fasilitas penerbangan, hotel berbintang dan pelayanan yang prima kepada jamaah, sehingga mereka menjual produk yang mahal. “Saat itu perjalanan ibadah umrah merupakan kegiatan yang sifatnya sekunder, cenderung tersier sehingga tidak banyak pula pelaku usaha yang berminat terjun sebagai PPIU,” ujar Arfi.

Dewasa ini, kata Arfi, banyak masyarakat yang tidak lagi menganggap hotel berbintang sebagai sebuah kenyamanan. Sebagian mengartikan kenyamanan dengan kebersamaan bersama ustadz idola mereka. “Sebagian lagi mendefinisikan kenyamanan sebagai efisiensi. Tidak penting bagi mereka fasilitas-fasilitas ini dan itu,” paparnya.

Hal inilah, kata Arfi,  yang kemudian mendorong munculnya paket-paket murah ibadah umrah, atau paket promo, paket hemat dan lain-lain yang sekilas seolah ‘tidak rasional’ dan mengacak-acak pasar. “Ini persis seperti yang terjadi di dunia perdagangan barang yang ‘dikacaukan’ oleh serbuan produk Tiongkok dengan harga murahnya,” tutur Arfi Hatim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement