IHRAM.CO.ID, KUPANG -- Rekomendasi dari Kemenag Kabupaten/Kota hanya lebih bagi jamaah yang berangkat melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau biro travel cabang di daerah. Persyaratan ini dikhususkan bagi calon jamaah yang melaksanakan umrah.
"Memang harus memenuhi peryaratan itu untuk mencegah adanya oknum yang memanfaatkan kesempatan umrah untuk menyusahkan calon jamaah," kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Nusa Tenggara Timur Sarman Marselinus, kemarin.
Sementara untuk calon jamaah haji reguler, tidak membutuhkan surat rekomendasi. Hal ini, karena mekanisme pengurusan paspor dibuat secara gelondongan dan langsung kepada travel resmi yang sudah berpengalaman setiap tahun.
Sarman mengatakan, untuk membantu calon jamaah umrah itu, maka ada dua cara yang bisa dilakukan untuk memastikan apakah PPIU berizin atau tidak. Cara pertama, petugas Kankemenag bisa meminta pihak travel menunjukan salinan surat keputusan (SK) izin PPIU yang dikeluarkan oleh Ditjen PHU. Cara kedua bisa dilakukan dengan mengecek nama PPIU yang akan memberangkatkan calon jamaah umrah pada layanan aplikasi Umrah Cerdas.
Ditjen PHU sebelumnya telah merilis Aplikasi Umrah Cerdas pada awal Desember 2016. Aplikasi berbasis android itu diperuntukkan bagi jamaah umrah atau masyarakat luas.
"Melalui aplikasi ini, masyarakat bisa lebih mudah mengetahui travel mana saja yang berizin. Aplikasi ini juga memuat konten terkait doa-doa umrah, info kesehatan, serta sarana pengaduan masyarakat dan ruang tanya jawab terkait umrah," kata Sarman.
Bukan cuma itu, menurut Sarman, proses pendaftaran haji khusus dan reguler diawali dengan pengambilan sidik jari dan foto pada pendaftaran ibadah haji terhitung April 2017. "Pengambilan sidik jari bagi jemaah haji khusus ini, tidak terlepas dari pemberlakuan pendaftaran sistem baru," katanya.
Menuru Sarman, kebijakan ini menjadi salah satu terobosan penyempurnaan sistem pendaftaran. "Dengan adanya pengambilan sidik jari, data dan identitas jamaah akan semakin lengkap. Sidik jari calon jamaah haji diperlukan seiring adanya aturan baru tentang mendaftar 10 tahun setelah keberangkatan terakhir," katanya.
Dengan begitu, jamaah yang terdeteksi sudah pernah haji, tidak dapat mendaftar kembali kecuali setelah sepuluh tahun dari keberangkatan hajinya yang terakhir. "Sidik jari juga menjadi upaya preventif terhadap penggunaan identitas jamaah oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab," ujarnya.