Kamis 20 Apr 2017 19:45 WIB

Dari Gua Hira, Reformasi Kehidupan Umat Dimulai

Rep: Sya/Berbagai Sumber/ Red: Agung Sasongko
  Seorang peziarah berada di dalam Gua Hira yang terletak di puncak gunung Jabal Nur yang berlokasi di luar kota Makkah, Ahad (21/10).   (Hassan Ammar/AP)
Seorang peziarah berada di dalam Gua Hira yang terletak di puncak gunung Jabal Nur yang berlokasi di luar kota Makkah, Ahad (21/10). (Hassan Ammar/AP)

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA -- Sebagian besar umat Islam sudah mafhum (mengetahui) bahwa ayat yang pertama kali diturunkan dan diterima oleh Nabi Muhammad SAW adalah surah Al-Alaq (96) ayat 1-5. Wahyu pertama ini diterima ketika Rasulullah SAW sedang bertafakur di salah satu gunung di kawasan Makkah yang bernama Jabal Rahmah. Di Jabal Rahmah ini, terdapat sebuah gua yang dinamakan Gua Hira.

Jabal Nur dan Gua Hira terletak di sebelah utara Masjid al-Haram, berjarak sekitar enam kilometer. Jabal Nur tingginya sekitar 200 meter. Namun, untuk sampai di puncak, dibutuhkan waktu sekitar satu jam pendakian. Gua Hira terletak di sekitar puncak, persisnya berada di belakang dua buah batu besar atau sekitar 40 meter dari puncak Jabal Nur.

Gua Hira ini tidak terlalu luas, yakni hanya sekitar 50 sentimeter (cm) dan panjang kurang dari dua meter. Ia hanya cukup untuk tiga sampai empat orang atau tak lebih dari seorang apabila berbaring. itu pun dalam kondisi berbaring tak sempurna. Sementara itu, tinggi dasar gua mencapai 155 cm.

Pada bagian ujung kanan gua, terdapat sebuah lubang yang dapat digunakan untuk memandang kawasan bukit dan gunung ke arah Makkah. Di sekitarnya, terdapat batu-batu besar berwarna hitam kemerah-merahan yang menutupinya. Karena cahaya terhalang masuk oleh batu-batu itu, di dalam gua selalu gelap.

Di gua inilah, Rasulullah SAW biasa melakukan tafakur (merenung) dan tahannuts (mendekatkan diri) pada Sang Pencipta. Di tempat sempit ini, Nabi Muhammad SAW mengasingkan diri. Ia selalu mencari jalan keluar dan memikirkan keadaan sukunya yang telah melupakan ajaran Nabi Ibrahim AS.

Selama lebih dari 14 abad hingga sekarang ini, kondisi gua tidak banyak berubah. Gua Hira tidak dibangun dan tidak pula dikembangkan. Sebelum masa pemerintahan keluarga Sa'ud, di puncak Gunung Hira, pernah dibangun sebuah kubah sebagai tanda atau tempat bersejarah yang menjadi objek ziarah para jamaah haji setelah selesai menunaikan ibadah haji.

Dalam Ensiklopedia Islam, disebutkan bahwa demi kepentingan para peziarah, di sekitar Gua Hira atau di perbukitan Jabal Nur, pernah dibangun warung kopi. Akan tetapi, setelah keluarga Sa'ud berkuasa di Hijaz, semua bangunan yang didirikan di tempat yang dianggap keramat itu dihancurkan, termasuk kubah dan keberadaan warung kopi serta kolam tempat penampungan air hujan dari atas puncak Jabal Nur.

Alasan perusakan dan pemusnahan itu karena dikhawatirkan akan menjauhkan kaum Muslim dari keimanan dan mendekatkan mereka pada perbuatan syirik, takhayul, dan khurafat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement