Kamis 22 Jun 2017 13:46 WIB

Mengenal Haji Mabrur

Haji
Haji

IHRAM.CO.ID, JAKARTA --  Jelang keberangkatan jamaah haji ke Tanah Suci, banyak yang menyebut “Semoga mendapat haji mabrur”. Sebenarnya, istilah haji mabrur tidak dijumpai dalam Alquran. Kata mabrur baru dijumpai dalam salah satu hadis Rasulullah SAW yang bermakna haji yang sempurna. Seperti riwayat Abu Hurairah RA, Rasulullah  SAW suatu kali pernah ditanya, “Apakah amalan yang paling utama?”

Rasulullah SAW menjawab, “Beriman kepada Allah.” Sahabat itu bertanya lagi, “Kemudian apa?” Rasulullah  SAW menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Sahabat itu bertanya lagi, “Kemudian apa?” Sabda SAW,  “Haji Mabrur.” (HR Bukhari dan Muslim).

Riwayat lain dari Abu Hurairah RA juga menyebutkan, “Ibadah umrah hingga ibadah umrah berikutnya adalah kifarat yang akan menghapuskan dosa di antara keduanya. Adapun bagi ibadah haji yang mabrur, tiada ganjarannya selain dari Surga.” (HR Bukhari dan Muslim).

Mabrur berasal dari bahasa Arab barra yang bermakna surga, benar, diterima, pemberian, keluasan dalam kebajikan. Dalam Ensiklopedi Haji dan Umrah, haji mabrur dapat diartikan dengan haji yang dipandang baik dan benar karena telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’ sehingga diterima Allah dan diberi ganjaran berupa surga.

Ibnu Khalawalh mendefinisikan, haji mabrur adalah haji yang maqbul (diterima Allah). Al-Nawawy menyebutkan bahwa haji mabrur adalah haji yang pelaksanaannya tidak dinodai oleh dosa. Menurut al-Qurthuby, pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh pakar tentang haji mabrur maknanya berdekatan. Jadi, haji mabrur adalah haji yang sempurna hukum-hukumnya sehingga terlaksana secara sempurna  sebagaimana yang dituntut.

Imam Ahmad dan al-Hakim meriwayatkan dari sahabat Jabir RA, para sahabat bertanya kepada Rasul SAW,  “Apakah haji mabrur itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Memberi pangan dan menyebarluaskan kedamaian.” Akan tetapi, hadis ini dilemahkan Imam Ibnu Hajar. Seandainya hadis ini sahih maka boleh jadi pasti itulah makna haji mabrur.

Abdul Halim Mahmud, mantan pemimpin tertinggi Al-Azhar mendefinisikan, haji merupakan kumpulan yang sangat indah dari simbol-simbol keruhanian yang mengantarkan seorang Muslim masuk lingkungan Ilahi apabila haji itu dilaksanakan dalam bentuk dan caranya yang benar.

Untuk mencapai haji yang mabrur tersebut, diperlukan kebersihan dan kesempurnaan rangkaian-rangkaian kegiatan haji mulai dari awal hingga akhir. Dimulai dari niat yang ikhlas karena memenuhi panggilan Allah semata. Bukan karena motivasi-motivasi lainnya meskipun secuil. Biaya yang dipergunakan untuk  elaksanaan haji dan bekal bagi keluarga yang ditinggalkan haruslah berasal dari rezeki yang halal lagi baik. Kemudian, dibarengi dengan usaha yang maksimal untuk mempelajari tata cara pelaksanaan haji sesuai dengan sunah Rasulullah SAW. Lalu, diwujudkan dengan melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya.

Jamaah haji yang berhasil memperoleh haji mabrur akan mendapatkan manfaat yang banyak dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di antara manfaat yang diperoleh dari haji mabrur dijelaskan dalam sebuah hadis panjang yang berasal dari Ibnu Umar.

Abdullah bin Umar berkisah bahwa suatu ketika ia duduk bersama Nabi Muhammad SAW di Masjid Mina. Ketika itu, datanglah seorang dari suku Tsaqif hendak bertanya. Pertanyaannya seputar ganjaran bagi seseorang yang mendatangi Baitullah (haji).

Rasulullah SAW pun bersabda, “Sesungguhnya jika engkau berangkat dari rumahmu menuju Bait al-Haram  (Ka’bah) maka untamu tidak meletakkan kakinya, tidak pula mengangkatnya kecuali Allah menetapkan untukmu satu kebaikan serta menghapus satu dosa. Adapun shalat dua rakaat yang kamu lakukan setelah thawaf maka ganjarannya sama dengan memerdekakan seorang dari putra Isma’il AS. Adapun saimu antara  Shafa dan Marwah, pahalanya adalah bagaikan memerdekakan tujuh puluh hamba sahaya.

Adapun wukufmu pada sore hari di Arafah maka sesungguhnya Allah ‘turun’ ke langit dunia untuk membanggakanmu kepada malaikat-malaikat sambil berfirman, ‘Hamba- hamba-Ku datang berbondong- bondong dari seluruh penjuru,  mereka mengharapkan surga-Ku.’ Seandainya dosa-dosamu sebanyak butir-butir pasir atau tetes-tetes  hujan, atau buih di lautan, pasti akan Aku ampuni. Bertolaklah (dari Arafah ke Mina) dalam keadaan  telah diampuni untukmu dan untuk siapa yang kamu mintakan untuk diampuni.

Adapun lontaran kerikilmu maka setiap kerikil yang engkau lontarkan merupakan pengampunan dari dosa besar yang menjerumuskanmu  ke neraka. Sedangkan penyembelihan korban yang engkau lakukan maka itu dijadikan bekal untukmu di sisi  Tuhanmu. Sedangkan bertahalul (bercukur rambut) yang engkau lakukan maka untuk setiap rambut yang engkau cukur, satu ganjaran kebajikan dan menghapus dirimu satu dosa. Adapun thawafmu di sekeliling Ka'bah sesudah itu (thawaf ifadah sesudah bercukur) maka sebenarnya ketika itu, engkau melaksanakan thawaf dalam keadaan tidak memiliki dosa, malaikat datang meletakkan tangannya di bahumu sambil  berkata, ‘Bekerjalah untuk masa datang karena telah diampuni dosamu yang lalu.” (HR Al-Thabrani dan  AI-Mundziri).

Haji mabrur tersebut harus tetap dipelihara dengan cara menerapkan dalam kehidupan sehari-hari segala hikmah dan pelajaran yang terkandung dalam rangkaian ibadah haji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement