IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memastikan investasi dana haji sesuai dengan ketentuan syariah, memiliki prinsip kehati-hatian, aman, dan menguntungkan. Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, investasi dana haji ini untuk kepentingan calon jamaah haji agar mereka dapat membayar lebih murah.
"Karena waktu tunggunya 20 tahun, bagaimana dana yang dititip itu dikelola dengan baik, sehingga dapat membantu jamaah haji," ujar Jusuf Kalla yang ditemui di Kantor Wakil Presiden, Selasa (1/8).
Menurut Jusuf Kalla, investasi dana haji ini perlu dilakukan karena kalau dihitung secara normal ongkos naik haji bergerak fluktuatif mengikuti mata uang dolar AS. Sebelumnya pemerintah dan DPR telah sepakat bahwa Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2017/ 1438 Hijriah sebesar Rp 34,8 juta atau naik sekitar Rp 249 ribu dari tahun lalu.
Biaya ini diputuskan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2017. Kenaikan ini disebabkan oleh sejumlah komponen biaya yang juga ikut meningkat seperti harga avtur dan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS.
"Kalau dihitung secara normal, ongkos naik haji itu dengan segala macam biayanya ke dalam negeri, ke luar negeri, biaya pesawat, makan disana itu sekitar Rp 70 juta, yang dibayar riil oleh jamaah haji itu sekitar 50 persen," kata Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla menegaskan, investasi dana haji tetap berada dalam koridor syariah. Hal ini telah tertuang dalam UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Dalam undang-undang tersebut penempatan dana haji dalam proyek infrastruktur diperbolehkan asal sesuai dengan prinsip syariah.
Menurut Jusuf Kalla, investasi dana haji tidak hanya untuk infrastruktur namun bisa di bidang lain yang dinilai paling menguntungkan namun tetap memperhatikan prinsip syariah. Namun, untuk mengaplikasikan undang-undang tersebut perlu dibuat Peraturan Pemerintah seperti dalam Pasal 48 ayat 3.
Ketentuan lain yang harus diperhatikan adalah Pasal 45 ayat 4 yang menyebutkan bahwa penempatan dana haji dalam proyek infrastruktur itu harus masuk rencana strategis, rencana kerja, dan anggaran tahunan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) serta harus mendapatkan persetujuan DPR.
"Sudah ada di undang-undang konsepnya, ada usulan bahwa kalau investasi langsung itu hanya 10 pesen tapi kecil, nanti akan dibicarakan," kata Jusuf Kalla.
Apabila dana haji tidak diinvestasikan maka berisiko terkenal inflasi dan nilai tukar mata uang yang meningkat. Apalagi, sebesar 70 persen biaya haji menggunakan dolar AS atau riyal. Oleh karena itu, menurut Jusuf Kalla, risiko ini yang harus dijaga sehingga pemerintah bisa menjamin biaya haji.
Jusuf Kalla menegaskan, dana haji yang diinvestasikan ini justru menjamin uang para calon jamaah haji bukan berarti uang mereka hilang. "Saya setuju kalau kita selalu berpikir bagaimana ukuran Malaysia itu 10 persen dari kita, tapi dananya lebih besar dari kita karena kemampuannya menginvestasi itu menguntungkan," ujar Jusuf Kalla.
Anggota Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu mengatakan, BPKH telah menyampaikan kepada wakil presiden mengenai komposisi supaya bisa mendapatkan nilai optimal untuk jamaah haji. Menurutnya, rancangan peraturan pemerintah untuk turunan UU No 34 Tahun 2014 belum selesai karena BPKH masih dalam masa transisi.
Anggito menekankan, berdasarkan arahan wakil presiden investasi dana haji harus memberikan nilai paling optimal untuk jamaah haji dengan risiko yang rendah. "Tadi bapak wakil presiden juga sudah bilang semua kemungkinan investasi itu dijajaki," ujar Anggito.
Diketahui, Panja BPIH Komisi VIII DPR RI dan BPIH Kementerian Agama RI menyepakati total biaya tak langsung (indirect cost) BPIH 2017 sebesar Rp 5,48 triliun. Rincian biaya jamaah haji yakni biaya pelayanan jemaah haji di Arab Saudi sebesar Rp 4,73 triliun, dan biaya pelayanan jemaah di dalam negeri Rp 270,18 miliar. Kemudian, biaya operasional haji di Arab Saudi sebesar Rp 274,04 miliar, dan biaya operasional haji di dalam negeri Rp 167,06 miliar. N. Rizky Jaramaya