Kamis 17 Aug 2017 12:39 WIB

Risalah Cinta dari Bukit Shafa dan Marwah

Jamaah haji berada di Shafa menuju Marwah
Foto: Republika/ Nashih Nashrullah
Jamaah haji berada di Shafa menuju Marwah

IHRAM.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah, wartawan Republika.co.id, dari Makkah, Arab Saudi 

Namanya ‘Ubadah Muhammad. Saya bertemu dengan pria asal Mesir ini di jalur Shafa, lantai tiga Masjid al-Haram, Jumat (11/8) usai shalat Maghrib waktu Arab Saudi (WAS).

Pria paruh baya tersebut datang ke Makkah bersama istri dan dua anaknya. Jenggotnya sudah memutih, begitu juga rambut yang dia tutup dengan peci. Semula saya tidak mengira dia berasal dari Mesir. Tetapi anak lelakinya yang berumur sekira tiga tahun begitu menggemaskan, berlari kecil mengejar sang ayah.

‘Ayo balapan sama saya nak, berlarilah.”  Saya berteriak pelan kepada si kecil. Sang ayah tersenyum.  Saya pun membuka pembicaraan dan memperkenalkan diri.

Sembari berjalan beriringan, sementara si kecil dan kakak perempuannya, dan istri ‘Ubadah berada di belakang kami berdua, ‘Ubadah tiba-tiba dengan suara lantang, tegas, dan penuh keyakinan mengatakan,”Saya mencintai semua umat manusia,” kata dia.

Menurut ‘Ubadah, kecintaannnya tidak terbatas untuk mereka yang beragama Islam, tetapi juga non-Muslim. “Bahkan jika dia musuh sekalipun saya tetap mencintainya,” kata dia.

Bagi ‘Ubadah, pesan damai inilah yang disampaikan Rasulullah SAW. Rasul tidak pernah membenci para penentang dakwahnya. Rasul menjenguk seorang kafir Quraisy yang pernah meludahi, mencibir, dan meremehkan Islam.

Lihatlah, kata ‘Ubadah, bagaimana Rasul memutuskan berdiri demi menghormati jenazah seorang Yahudi yang kebetulan dibawa melintas di hadapannya. Ini soal kemanusiaan, yang melintasi batas-batas suku, etnis dan agama sekalipun.

Manusia layak dihormati, siapa dan apapun latarbelakangnya. Rasul mengajarkan kita berdamai dan bukan bertikai. Rasul senantiasi mengingatkan kita pentingnya risalah cinta, bukan agitasi dan murka. “Jika bukan kita yang menunjukkan keagungan Islam lantas siapa yang akan mengajak mereka ke hidayah,” kata ‘Ubadah.

Saya sepakat 100 persen, bahkan 1000 persen. Di persimpangan pintu Shafa menuju tempat thawaf (thawaf) saya pun berpamitan dengan ‘Ubadah yang datang dari El Mahalla El Kubra, salah satu kota industri yang cukup ramai dan padat di Mesir.    

Saya memutuskan keluar sejenak dari Masjid al-Haram. Mala ini, kawasan al-Haram begitu padat. Area thawaf sudah tampah penuh sesak, termasuk di lantai tiga. Di pelataran, pemandangan yang sama terlihat. Makkah sudah mulai padat.

Begitu kelar shalat Isya’ saya kembali menyusuri Shafa dan Marwah, menuju gerbang Bab as-Salam yang berada di sisi timur Masjid al-Haram. Dalam perjalanan keluar inilah, seorang warga Saudi, Jabir, mengajak saya berbincang.  

Pensiunan militer dari Angkatan Laut Arab Saudi tersebut kini terjun di bidang dakwah. Dia telah melalangbuana ke berbagai negara menyiarkan Islam.

Jangkauan negara yang pernah di kunjungi pun cukup luas, dari Eropa hingga Asia, dan dia beberapa kali mengunjungi Jakarta. Yayasan Da’wah dan Tabligh yang bermarkas di ibu kota, adalah tempat singgahnya selama di Indonesia.

“Saya ingin mengajak dunia mengenal apa itu Islam, apa itu salam, pesan damai agama ini,” kata Jabir yang tinggal tak jauh dari Masjid al-Haram ini.

Di masa-masa pensiunnya, Jabir mengaku menikmati aktivitas dakwah yang dia lakukan. Ini adalah soal tugas, soal tanggungjawab, dan keikhlasan menebarkan pesan damai Islam.

Saya mengamini. Kami berjalan keluar Marwah bersama-sama. Di Terminal Syaib Amir, kami berpisah. Jabir dan seorang temannya naik taksi, sedangkan saya pulang menuju Kantor Misi Haji Indonesia Makkah menggunakan bus shalawat yang tersedia 24 jam untuk jamaah haji Indonesia.    

Di jalur Shafa dan Marwah ini, Tuhan kembali membuka mata saya tentang arti, makna, dan risalah cinta dari pertemuan singkat dengan dua pria paruh baya, ‘Ubadah dan Jabir. Risalah dengan esensi dan subtansi sama yang diteladankan Hajar, saat dia berlarian di antara dua bukit ini, demi mencari air untuk sang buah hati, Ismail.

Cinta seorang ibu ke anak yang rela mengantarkan berlarian di bukit bebatuan cadas, di bawah terik matahari yang menyengat. Risalah cinta yang diajarkan Baginda Rasulullah SAW. Risalah cinta yang universal, tak tersekat batas apapun, baik agama, etnis, suku, golongan, atau afiliasi politik yang acapkali membutakan. Di Shafa dan Marwah ini akhirnya saya benar-benar merindukan risalah cinta itu, yang kian meredup, kini.          

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement