Jumat 18 Aug 2017 16:34 WIB

Terapkan Pemetaan dan Standardisasi Biaya Umrah

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher mengatakan, DPR RI meminta pemerintah melakukan pemetaan agar dapat mengestimasi biaya umrah per daerah. Pemetaan ini berfungsi untuk menerapkan standarisasi biaya umroh berdasarkan zona wilayah.

"Misalnya kalau zona barat, di Palembang harga umrah berapa, ada plafon minimal, ada plafon maksimal," ujar Ali yang ditemui di Gedung MPR/DPR RI, Jumat (18/8).

Pemetaan ini harus segera dilakukan sehingga masyarakat bisa punya estimasi harga ideal untuk berangkat umrah. Ali mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan analisis keuangan dan ditemukan bahwa ada permasalahan disparitas harga di setiap daerah.

Menurutnya, selama belum ada standarisasi, maka dapat menjadi peluang bagi biro travel umroh ilegal maupun legal untuk memainkan harga.  "Harga di Jakarta tidak sama dengan harga di Makassar, Medan, dan Palembang, oleh karena itu menteri agama perlu melakukan pemetaan beban harga terutama transportasi," kata Ali.

 

Ali mengestimasi, batas minimal biaya umroh yang tidak terlalu membebankan jamaah yakni di kisaran 1.800 hingga 2.200 dolar AS. Kajian batas minimal biaya umrah ini muncul akibat adanya kasus penipuan yang dilakukan oleh PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel).

Kepolisian sudah menangkap Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari selaku direktur utama dan direktur First Travel. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus penipuan dan penggelapan, serta pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kini Andika dan Anniesa telah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Akibat perbuatannya, mereka terancam hukuman lebih dari 15 tahun penjara. Sebab, dari 70 ribu jamaah yang mendaftar ibadah umrah, 35 ribu orang tidak bisa berangkat.

Kementerian Agama juga sudah mencabut izin operasional First Travel sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Peraturan yang menjadi dasar sanksi itu adalah Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 589 Tahun 2017 per 1 Agustus 2017. Pencabutan izin dilakukan karena First Travel dinilai terbukti telah melanggar Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement