REPUBLIKA.CO,ID, JAKARTA -- Sebanyak 30 kepala suku asal Papua melaksanakan manasik haji 30 kepala suku asal Papua di Pesantren Al Fatih Kaffah Nusantara (AFKN), Bekasi, Jawa Barat, Ahad (20/8). Manasik haji dihadiri Presiden AFKN, Ustaz Fadhlan Gharaman dan Mantan Bupati Fak-Fak, Wahidin Puarada.
Puarada menjelaskan haji adalah napak tilas dari Nabi Ibrahim AS. Atau dalam bahasa kampung, jalan pulang yang pernah dilakukan Nabi Ibrahim. "Apa yang dilakukan jamaah haji merupakan napak tilas," kata dia.
Puarada pun berharap para kepala suku bisa merasakan napak tilas Nabi Ibrahim untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan berpakaian ihram berwarna putih, para kepala suku berlatih bersama Allah SWT.
" Pakaian putih ini menandakan, kita harus menyadari bahwa kita bersama terus dengan Allah, karenanya hati harus bersih dan suci," kata dia.
Dikatakannya, para kepala suku dalam beraktivitas akan ditemani Allah. Hal inilah yang harus dipahami kepala suku ketika berhaji, "Nanti usai berhaji, kepala suku terus memahami itu. Bahwa dimanapun dan kapapun kita selalu ditemani Allah," kata dia,
Pemahaman yang kedua. lanjut dia, para kepala suku ketika haji akan melaksanakan wakuf di Arafah. Di Arafah, kepala suku diminta merenung apa yang sudah dilakukan selama hidup di dunia setelah akhil baliq. "Kita putar ulang lalu keluarlah kesalahan yang kita lakukan. Jadi kita harus putar ulang dia," kata dia
Kemudian, lanjut dia, kepala suku juga merenungkan kebaikan apa yang sudah dilakukan di dunia, Semisal. apa yang dilakukan oleh mulut, tangan, kaki, dan pikiran kepala suku. "Setelah itu, kepala suku meminta maaf kepada Allah, Kata kuncinya, Allah SWT tidak pernah lupa dengan ciptaanya. Allah dekat sekali," kata dia.
Selanjutnya, kepala suku terus meminta kepada Allah kemampuan batin, kemampuan jiwa untuj mampu memilah mana yang baik dan buruk bagi raga hingga akhir hayat. " Jadi ini merupakan komitmen kepala suku yang haji agar diberikan kemudahan dalam berbuat kebaikan," kata dia,
Setelah wukuf, kepala suku akan melakukan tawaf. Kepala suku akan melihat Kabah bersama jutaan jamaah haji dari berbagai penjuru dunia. "Di sana, kepala suku kembali merenungkan hakikat kehidupan," kata dia.
Puarada pun berharap, usai berhaji tidak ada lagi sikap sombong. Tidak ada lagi, individu yang menyekutukan Allah atau syirik. "Allah akan menunjukan kepada kepala suku bahwa Dia itu ada. Kalau kepala suku menonjolkan diri, merasa lebih hebat dari Allah berarti kepala suku lupa dengan ritual haji yang sudah dijalani," ucapnya.
Puarada juga berpesan agar kepala suku memaksimalkan waktu yang ada di Tanah Suci untuk beribadah. Kuncinya adalah kecepatan. Misalnya, persempit waktu tidur. "Percepat mandi, segera ibadah agar dapat tempat mustajab," kata dia.