IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Puncak ibadah haji tinggal menghitung hari. Wukuf di Arafah akan jatuh pada 9 Dzulhijjah atau 31 Agustus. Kepala Satuan Operasional Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina), Jaetul Muchlis, mengatakan ada dua strategi pengamanan yang diterapkan di Armina.
Pertama, membuat pos yang sifatnya stasioner (diam) yang menangani rute perjalanan jamaah dari tenda menuju jamarat. Kedua, menyebar personel yang sifatnya bergerak (mobile). "Dua kekuatan yan menjadi unsur layanan primadona di Mina adalah tim kesehatan dan perlindungan jamaah tanpa menafikan bidang layanan lain," kata dia saat ditemui di Hotel Lulua, Makkah, Sabtu (26/8).
Berbeda dengan di Arafah dan Muzdalifah, jamaah bergerak saat berada di Mina karena harus melempar jumrah. Sehingga akan ada pengawalan bagi jamaah Indonesia yang 68 persennya lanjut usia dan risti (risiko tinggi) kesehatannya. "Padahal harus menempuh perjalanan jauh," ujarnya.
Semua petugas di Daker Bandara, Madinah, dan Makkah, akan dikerahkan untuk pengamanan. Kendali operasional di Arafah dipegang oleh Daker Bandara, sedangkan Muzdalifah dan Mina menjadi tanggung jawab Daker Makkah dan Madinah. Ada tujuh pos titik stasioner, yakni Pos Mina Jadid, Mina Al Wadi, Mu'aishim 1, Mu'aishim 2, Jamarat 1, Jamarat 2, dan Azziyah-Syisyah.
Tim kesehatan memiliki dua pos besar dengan 67 personel yang dibagi dalam tim-tim kecil. Tim kecil tersebut sifatnya bergerak. Jaetul menyebut, tidak ada rumah sakit lapangan di Armina karena dibatasi regulasi Arab Saudi. "Kesehatan sifatnya respons darurat jadi ada alat kesehatan yang sangat minimalis yang dibawa tim yang sekiranya untuk melakukan pertolongan awal," ujar Jaetul.
Jamaah yang membutuhkan pertolongan akan dievakuasi ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI). Tim kesehatan harus mengetahui fasilitas kesehatan yang dimiliki Saudi dan wajib mempunyai kemampuan berkoordinasi dengan bulan sabit merah.