IHRAM.CO.ID, Badannya kecil. Ujung rambutnya yang keluar dari hijabnya sudah memutih, serupa dengan kerudung yang dia kenakan. Kulit wajahnya mengeriput.
Syuf'a binti Suhari, jamaah haji asal Cilegon, Banten tersebut tak lagi kuat berjalan. Dia duduk di atas kursi roda. Tapi lihatlah semangatnya. Senyumnya masih mengembang meski badannya tak lagi bugar.
Perempuan berusia 90 tahun ini, berangkat berhaji bersama anak, menantu, dan adik kandungnya. Fisiknya yang tak lagi prima tak menyurutkan semangatnya berangkat ke tanah suci, menyempurkan rukun Islam yang kelima.
Perjuangannya berangkat ke Makkah, tidaklah mudah. Setelah ditinggal meninggal sang suami, dia harus menghidupi anak-anaknya dengan berjualan kue. Keliling kampung.
Aktivitasnya tersebut dia lakoni selama kurang lebih 20 tahun. Tiap keuntungan yang dia peroleh dari berjualan itu, dia sisihkan untuk kebutuhan dapur, anak sekolah, dan tabungan naik haji.
”Berapapun saya sisakan untuk menabung,” ujarnya dengan nada pelan saat ditemui wartawan Republika.co.id, Nashih Nashrullah, di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, beberapa waktu lalu.
Pergi ke tanah suci, tak hanya menjadi kebahagian nenek dari 40 cucu tersebut. Tapi juga sebuah berkah bagi segenap keluarga, dan tetangga di kampung halaman. Haji dan titipan doa seakan tak pernah terpisahkan. Tradisi titip doa adalah pemandangan unik dari ritual berhaji yang dijalani masyarakat Indonesia, bahkan juga komunitas Muslim dari negara lainnnya.
Bukan hanya lantaran keberadaan Multazam, tempat mustajab berdoa, atau tak cuma adanya waktu wukuf di Padang Arafah yang menurut sejumlah riwayat, adalah di antara masa paling terkabulnya doa, tetapi juga sebab status jamaah haji sebagai ibn as-sabil, mereka yang menempuh perjalanan jauh untuk tujuan mulia.
Nenek Syuf’a tak luput pula dari titipan aneka ragam doa dari kerabat, tetangga, dan cucu-cucunya. Ada yang ingin didoakan dapat jodoh, tambah rezeki, hingga doa panjang umur.
Lalu, nenek sendiri ingin berdoa apa di depan Ka’bah? Di usianya yang semakin senja, tak banyak yang didambakan Nenek Syuf’a. Dia hanya ingin mendapat limpahan berkah dari Allah SWT di usianya yang kian menua. “Ingin diberkati Tuhan dan diberi kesehatan,” kata dia.
Titipan doa dari kerabat di tanah air juga diperoleh Suratin, asal Deli, Sumatera Utara. Pesan doa agar disampaikan di depan Ka’bah pun bervariasi.
Namun dari sekian titipan tersebut yang sangat ingin dia ungkapan di tanah suci, adalah mendoakan salah satu anggota keluarganya yang delapan tahun belum dikarunia anak. “Insya Allah akan terus saya utarakan dalam munajat saya,” kata pria berumur 60 tahun ini, saat ditemui Republika, beberapa waktu lalu.
Suratin menyadari betul, tugasnya selama berada di tanah suci cukuplah berat. Dia hanya ingin sukses menunaikan ibadah dan pulang mendapat anugerah Allah SWT, berupa karunia haji mabrur.
“Bagi saya hanya itu doa yang ingin saya panjatkan,” tutur Suratin yang sehari-hari bekerja di perkebunan kelapa sawit. Tanah suci dan ritual haji berhaji adalah tempat dan masa yang mustajab untuk memunjatkan doa kepada Tuhan, Pemilik Semesta Alam.