IHRAM.CO.ID, Wartawan Republika.co.id, Nashih Nashrullah, dari Makkah, Arab Saudi
Di Makkah, semua tersedia. Celetukan itu disampaikan salah seorang mukimin asal Madura yang belasan tahun menetap di tanah suci, Makkah, begitu saya menyantap buah persik, atau lebih dikenal dengan sebutan khukh di sejumlah negara Arab dan Afrika. Saya mengenal buah ini selama tinggal di Mesir.
Buah ini enak disantap dalam kondisi setengah matang. Teksturnya renyah, mirip apel, manis dengan sedikit rasa asam, sedikit, tidak dominan. Buah ini populer di berbagai negara. Konon buah ini ditemukan di Cina pada 1000 sebelum Masehi (SM). Oleh Christopher Columbus, buah ini disebarkan di kawasan Amerika Utara dan banyak dibudidayakan di sana.
Namun, tanpa budidaya, di Makkah persik banyak tersedia. Beragam buah-buahan malahan, termasuk sayuran. Di Pasar Induk Kakiyah, aneka buah bisa didapatkan dengan mudah dan murah. Kualitasnya pun oke punya, level barang-barang impor. Malah setahu saya, justru buah-buahan seperti persik yang dijual di pedagang kaki lima di Mesir, mutunya masih kalah, meski selisih harga tak jauh beda.
Tak cuma persik yang bertebaran di Makkah. Ada melon, anggur, plam, semangka, dan apel. Berbeda dengan Madinah yang dikenal sebagai kota agraris, Makkah adalah kota perniagaan. Tanahnya tidak subur, seperti Madinah. Penduduk Makkah konon dikenal piawai berniaga, bukan bertani.
Buah-buahan tersebut didatangkan dari sekitar 40 negara. Ada Afrika Selatan, Mesir, Chili, Filipina, Italia, Thailand, Lebanon, Hindu, Pakistan, Cina, Amerika, dan beberapa dari Indonesia. Sektor impor buah-buahan di Arab Saudi potensinya naik tiap tahun kurang lebih 5 persen seiring dengan tingginya permintaan pasar.
Peningkatan tersebut bisa meningkat berlipat-lipat ganda di musim-musim tertentu seperti Ramadhan dan bulan-bulan pelaksanaan haji. Naiknya sangat drastis, 35 persen sendiri. Kawasan timur Saudi, termasuk Makkah di dalamnya, tercatat tingkat konsumsi buahnya terbesar yaitu 40 persen di bandingkan wilayah lain.
Keberadaan buah-buah tersebut memang impor, tapi dalam pandangan saya ini secuil bukti firman Allah SWT, surah Ibrahim ayat ke-37. Meski tanahnya gersang, dalam doa Nabi Ibrahim AS, ketika mendapat perintah berhijrah ke Makkah, lembah yang gersang dan tandus, terselip permohonan agar rezeki dilimpahkan kepada para penduduk Makkah.
Doa ini dikabulkan dengan mengalirnya air zamzam, sedangkan permintaan berikutnya agar Makkah dilimpahkan buah-buahan, ya itu tadi, benar-benar tersedia. Bim salabim, atas seizing Allah, tanpa harus ada perkebunan khusus.
Lihatlah bagaimana redaksi doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim AS sewaktu berada di Tsaniyah Kada’, Makkah, saat itu. Doa dari seorang kepala keluarga yang tulus dan memikul tanggungjawab besar terhadap keluarganya.
Ujian keimanan yang termanivestasikan dalam tawakal level tinggi. Bagaimana mungkin mampu bertahan di lahan yang benar-benar kering, tak ada sumber air, atau bahan makanan.
Satu kutipan yang mengagumkan dari seorang Hajar, istri Nabi Ibrahim mengajarkan bagaimana kita menjalani hidup. Raut wajah dan ekspresi kekhawatiran seorang ibu yang membawa anak kecilnya, Ismail, kembali optimis dan yakin, begitu mendengar bahwa perintah pindah ke Makkah, datang dari Sang Mahapengasih. “Baiklah jika begitu Dia (Allah) tidak akan pernah menyia-nyiakan kita,” kata Hajar. Teladan totalitas tawakal.
Begitu kurang lebih nukilan dalam tafsir at-Thabary tentang doa Ibrahim AS, kali pertama menjejakkan kaki di Makkah yang lalu berdoa bermunajat, seperti terabadikan dalam surah Ibrahim ayat ke-37 berikut: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezeki mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Di Makkah, buah-buahan dan sayuran tersedia. Ah, renyah sekali buah persik ini. Andai saja kita lakoni hidup ini seperti Hajar bertawakal, hidup tampaknya akan renyah, serenyah buah persik yang gemar saya santap selama berada di tanah suci. Sungguh nikmat di lidah.