Jumat 27 Oct 2017 17:56 WIB

Harga Referensi Harus Menyesuaikan Keberangkatan Daerah

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Agus Yulianto
Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Joko Asmoro memberikan kata sambutan saat pembukaan musyawarah nasional ke-IV yang diadakan di Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/11).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Joko Asmoro memberikan kata sambutan saat pembukaan musyawarah nasional ke-IV yang diadakan di Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/11).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umroh Republik Indonesia (Amphuri) setuju dengan adanya penetapan harga referensi umrah. Namun, harga referensi itu harus disesuaikan dengan keberangkatan dari tiap daerah masing-masing.

Ketua Amphuri Joko Asmoro, menyatakan apapun keputusan pemerintah, pihaknya dapat menyetujuinya. "Tapi, sekiranya harga referensi itu harus mencerminkan keberangkatan per daerah," ujar Joko kepada Republika.co.id, Jumat (27/10) sore.

Sekarang ini, dijelaskan dia, ada penerbangan langsung dari Medan, Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, dan tentunya harga referensi dari setiap daerah berbeda. Untuk itu, harga referensinya lebih menekankan pada standar pelayanan minimum (SPM) dalam pelaksanaan ibadah umrah.

"Setelah adanya pertemuan, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan forum dengan Kemenag, maka Kemenag menghasilkan harga referensi. Ini bukan batas atas atau batas bawah, tapi harga referensi," tegas Joko.

Sebenarnya, menurut dia, asosiasi perjalanan umrah yang ada di Indonesia, menerima saja apapun keputusan pemerintah, tetapi harus lebih ditekankan kepada SPM-nya, dan harus diketahui masyarakat. Kemudian, sebenarnya yang dikhawatirkan Amphuri saat ini adalah kemajuan teknologi informasi.

"Kemajuan ini tidak menutup kemungkinan banyak masyarakat bisa melaksanakan umrahnya sendiri, tidak melalui penyelenggara umrah," ujarnya.

Dengan adanya tiket online, booking hotel online, Amphuri mengharapkan, Kemenag lebih memperketat dalam mengawasi para provider visa. Kata Joko, provider visa hanya boleh melayani penyelenggara yang sudah memiliki izin.

"Provider visa tidak boleh melayani masyarakat langsung. Karena kalau mereka berangkat sendiri, siapa yang bertanggungjawab jika terjadi sesuatu. Kemajuan teknologi itu tidak bisa dipungkiri untuk hindari itu," papar Joko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement