Senin 30 Oct 2017 11:07 WIB

Navigator Arab Melayari Samudra Menuju Tanah Suci


Jamaah haji tempo dulu menggunakan angkutan kapal laut (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Jamaah haji tempo dulu menggunakan angkutan kapal laut (ilustrasi).

“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Surat Al-An'am Ayat 97)

Dikutip dari Islamicity Selama hidup Ahmad ibn Majid banyak menghabiskan waktu untuk mengkaji tentang arus laut, terumbu karang, tanjung, pelabuhan, dan bintang. Karya terpentingnya adalah Kitab al-Fawa'id fi Usul 'Ilm al-Bahr wa' l-Qawa'id (Buku Informasi mengenai Prinsip dan Aturan Navigasi) ditulis pada 1490.

Kitab tersebut adalah ensiklopedia yang berisi pengetahuan navigasi, perbedaan antara pelayaran pesisir dan laut terbuka, lokasi pelabuhan dari Afrika Timur sampai Indonesia, posisi bintang, laporan monsoon dan angin musiman lainnya, serta topan.

Ahmad ibn Majid lahir di Oman pada 1432, karya terakhirnya dari sekitar 40 komposisi salah satunya adalah puisi tentang langit yang berangka tahun 1500. Pada tahun itu pula Pedro A Ivares Cabral menemukan Brasil dalam  perjalanannya ke India melalui Tanjung Harapan. Dimana Tanjung Harapan ini menghubungkan Eropa, Dunia Baru, Afrika, dan Asia dalam satu pelayaran.

Tak lama setelah melahirkan karya terakhirnya, Ibnu Majid meninggal. Dirinya dapat mengetahui bidang navigasi melalui pengalamannya sendiri dan ayahnya yang seorang navigator terkenal sekaligus paham mengenai pelaut Samudera Hindia. dalam bukunya, Ahmad ibn Majid tidak hanya membahas sistem monsun, namun membahas lebih lanjut tentang rezim angin lokal.

“Angin yang ada di Laut Merah di utara Jeddah termasuk yang paling sulit, karena mereka bertiup dari utara sepanjang tahun,” kata Ibn Majid dalam buku tersebut.

Umumnya kapal berlayar ke Jeddah dengan mentransfer  muatan ke kapal yang lebih kecil serta menggunakan nahkoda berpengalaman. Jika perjalanan dalam kondisi lokal antara Jeddah dan Suez dapat melaluinya dengan menggunakan perjalanan darat. Bahkan ke Jeddah, dan ke 'Aydhab di sisi Mesir, akses melalui jalur laut hanya mungkin terjadi selama bertiupnya angin ‘monsoon’ timur laut, antara bulan Oktober dan pertengahan Maret.

Pengetahuan lainnya dalam buku tersebut misalnya di selatan khatulistiwa saat musim hujan akan memberi jalan untuk jalur perdagangan. Laut Cina juga memiliki rezim angin sendiri. Dengan berlayar seumur hidup dapat  mengajarkan mu'allim atau master navigator memiliki keterampilan yang menjadi dasar keseluruhan jaringan perdagangan.

Apa yang dikatakan Ahmad Ibn Majid  tercanum dalam buku navigasi para pelaut Eropa. “Awalnya kami memiliki 32 kekhawatiran mengenai tirfa, zam, dan pengukuran ketinggian bintang, namun ternyata tidak. Mereka (orang Eropa) tidak bisa mengerti cara kita menavigasi, tapi kita bisa mengerti bagaimana cara mereka melakukannya; kita bisa menggunakan sistem mereka dan berlayar di kapal mereka.,’’ katanya.

Bahkan, untuk pelayaran di Samudra Hindia para navigator Arab memiliki buku ilmiah yang memberi ketinggian bintang, namun tidak memiliki pengetahuan tentang ketinggian bintang; mereka tidak memiliki sains dan tidak ada buku, hanya kompas dan perhitungan mati. Mereka mengatakan: “Kita dapat dengan mudah berlayar di kapal dan di atas laut mereka, jadi mereka sangat menghormati kita dan memandang kita. Mereka mengakui bahwa kita memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang laut dan navigasi dan bintang.”z

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement