Ahad 12 Nov 2017 18:53 WIB

BPKH Kaji Kembali Bank Syariah Menjadi BPS-BPIH

Rep: Binti Solikah/ Red: Agus Yulianto
Koordinator Badan Pelaksana Pengelola Keuanga Haji Anggito Abimanyu menjelaskan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam acara Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) 2017 di Grand City, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/11).
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Koordinator Badan Pelaksana Pengelola Keuanga Haji Anggito Abimanyu menjelaskan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam acara Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) 2017 di Grand City, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tengah mengkaji kembali (review) terhadap bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah (UUS) yang selama ini telah menjadi bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS-BPIH). Saat ini, terdapat 17 BPS-BPIH yang ditetapkan oleh Kementerian Agama.

Anggota Badan Pelaksana BPKH Iskandar Zulkarnain menyatakan, BPKH yang akan menentukan mitra BPS-BPIH. Saat ini, BPKH telah mengirimkan self assesment kepada 17 BPS-BPIH yang kemudian akan dilakukan review dan penilaian.

"Akhir Desember sudah ada hasilnya," kata Iskandar kepada wartawan di sela-sela acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2017 di Grand City Convex, Surabaya, Jumat (10/11).

Nantinya, dari hasil review dan penilaian akan ditentukan bank mana yang lolos dan tidak lolos menjadi BPS-BPIH kembali. Dari 17 BPS-BPIH tersebut akan ditunjuk bank koordinator. "Yang tidak lolos nanti kami ada semacam makanisme bank koordinator, nanti nasabah-nasabah calon haji dari BPS-BPIH yang tidak lolos akan dialihkan kepada bank koordinator," jelasnya.

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi BUS dan UUS untuk menjadi BPS BPIH. Di antaranya, kesehatan bank, kemampuan teknologi informasi (TI), jemaah haji dan umrah, serta program perhajian. Selain itu, BPKH menambah lima syarat lagi yakni, masuk dalam penjaminan LPS, akad wakalah, akun virtual, pengembangan produk, dan jangkauan terhadap jemaah.

Akun virtual (virtual account) tersebut dimaksudkan agar dana-dana nasabah calon haji tetap dapat dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan ketentuan. Melalui akun virtual tersebut, nasabah calon haji akan dapat memantau dana yang telah disetorkan termasuk nilai manfaat dari penempatan dan investasi dana haji.

"Nanti dari nilai manfaat seberapa besar didistribusikan di virtual account, biaya operasional dan seberapa besar untuk menambah biaya penyelenggaraan ibadah haji. Porsinya belum," tambah Iskandar.

Direktur Agrobisnis dan Unit Usaha Syariah Bank Jatim, Tony Sudjiaryanto, menyatakan, Bank Jatim telah menjadi BPS-BPIH sejak 2004. Dengan pengalaman tersebut, dia berharap, agar nantinya Bank Jatim tetap menjadi BPS-BPIH setelah proses review dan penilaian.

"Karena potensi di Jatim cukup besar sebab mayoritas penduduk muslim. Calon-calon jemaah haji yang sudah menyetorkan kepada Bank Jatim, dana tersebut sudah dijamin LPS," ujarnya.

Terkait kewajiban akun virtual, Bank Jatim telah menyiapkan aplikasi mobile banking agar dapat dimanfaatkan nasabah calon haji. Sesuai ketentuan, nasabah yang membuka tabungan haji dan menyetorkan dana awal Rp 25 juta akan mendapat nomor kursi. Nasabah tersebut akan memperoleh akun virtual dengan saldo Rp 25 juta, akan muncul melalui notifikasi pesan singkat. Jika ada nilai manfaat dari BPKH juga akan disampaikan kepada nasabah calon haji melalui notifikasi pesan singkat. Aplikasi mobile banking Bank Jatim tersebut akan segera disinkronkan dengan virtual account.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement