IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ibadah haji adalah salah satu dari rukun Islam yang dilakukan pada tahun kesembian hijriah. Yang mana diwajibkan bagi Muslim yang mampu untuk menjalankannya.
Lalu sebenarnya apa makna bagi yang mampu dalam berhaji? Apakah yang fakir atau lemah tidak diwajibkan?
Dalam buku Ensiklopedia Islam Al Kamil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri dijelaskan bagaimana maksud dari berhaji bagi yang mampu.
Yaitu, jika ia sehat jasmani, mampu untuk pergi, terdapat bekal dan kendaraan yang dapat mengantarnya untuk menunaikan ibadah haji tersebut. Dan pulang kembali setelah terpenuhi segala kewajibannya seperti utang-utang, juga adanya nafkah untuk keluarga yang ditinggalkannya. Dan apa yang dia miliki melebihi dari kebutuhan primernya.
Barangsiapa yang mampu karena ada harta dan sehat jasmani, maka ia wajib menunaikan haji untuk dirinya. dan barangsiapa ada harta akan tetapi lemah fisiknya, maka wajib baginya untuk mencari orang lain untuk menghajikan dirinya.
Dan barangsiapa yang sehat fisiknya akan tetapi tidak tidak mempunyai harta maka ia tidak diwajibkan berhaji. Tetapi jika ia lemah dalam harta dan fisik maka gugurlah kewajiban untuknya.
Dan dibolehkan bagi siapa yang tidak mempunyai harta atau uang untuk menerima zakat mal (harta) dan menggunakannya untuk berhaji, karena haji termasuk dalam golongan fii Sabilillah (perjuangan dalam jalan Allah subhanahu wa ta’ala).
Sah hukumnya bagi orang yang lemah fisiknya meminta kepada seseorang untuk mewakilinya mengerjakan amalan sunnah haji atau umrah dengan membayar upah atau tidak. Jika ada seeorang yang mampu untuk melaksanakan haji tetapi ia tidak sempaat menunaikannya hingga ia wafat, maka ia dihajikan dengan harta peninggalannya.
Dan jika seseorang yang sedang berhaji wafat, maka sisa amalan-amalan hajinya tersebut tidak usah digantikan dengan orang lain. Hal ini dikarenakan pada saat dibangkitkan pada hari kiamat, ia akan mengucapkan “Labbaik” (Aku Sambut Panggilanmu, Ya Allah).
Berbeda lagi dengan seseorang yang wafat dan ia tidak pernah shalat selama hidupnya, maka tidak diperbolehkan untuk menghajikannya atau bersedekah atas namanya. Karena ia dihukum sebagai orang murtad. Dan tidak boleh seseorang menghajikan orang lain sebelum ia berhaji untuk dirinya sendiri terlebih dahulu.
Sumber: Ensiklopedia Islam Al Kamil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri. Bagian Ketiga Ibadah. Haji. Makna Mampu Dalam Berhaji. Hal 831-833.