Ahad 31 Dec 2017 12:00 WIB
Evaluasi dan Outlook Haji 2018

Menunggu Sepak Terjang BPKH

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agus Yulianto
Ketua sekaligus Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Yuslam Fauzi (kiri) bersama dewan pengawas dan anggota BPKH diambil sumpah jabatannya saat pelantikan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/7).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Ketua sekaligus Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Yuslam Fauzi (kiri) bersama dewan pengawas dan anggota BPKH diambil sumpah jabatannya saat pelantikan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/7).

IHRAM.CO.ID, Rakyat Indonesia memiliki harapan agar biaya pelaksanaan ibadah haji bisa lebih terjangkau. Agar lebih banyak masyarakat bisa mengaksesnya meski termasuk golongan bawah. Selain itu, kualitas pelayanan pun menjadi satu perhatian besar agar jamaah Indonesia bisa khusyuk beribadah dalam kenyamanan.

Inilah yang menjadi tujuan besar dari pembentukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Presiden Joko Widodo telah menandatangani peresmiannya melalui Perpres Nomor 110 Tahun2017 tentang BPKH yang kemudian diterbitkan 11 Desember 2017. Perpres sudah berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 12 Desember 2017 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

BPKH merupakan badan hukum publik berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPKH bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.

BPKH berkedudukan dan berkantor pusat di Ibu Kota. Ia dapat memiliki kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota, seperti tercantum di pasal 4 ayat (1,2) Perpres tersebut. Organ BPKH terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas.

Kepada Republika.co.id, Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, BPKH harus menghadapi tantangan yang tidak sederhana. Badan ini secara khusus memiliki fungsi dan tugas mengelola dana haji yang besar hingga ratusan triliun rupiah.

Menurut data dari Badan Pengawas BPKH yang diberikan oleh Ketua Badan Pengawas, Yuslam Fauzi total dana yang harus dikelola oleh BPKH mencapai Rp.96,6 triliun per Desember 2017. Sebanyak Rp 3,1 triliun berasal dari Dana Abadi Umat dan Rp 93,5 triliun berasal dari setoran jamaah dan manfaat.

Yuslam mengatakan, biaya haji telah meningkat setiap tahunnya. Pada 2011, biaya haji mencapai Rp 43,865 juta termasuk direct cost, indirect cost dan APBN kementerian. Sementara 2017, angkanya mencapai Rp 69,943 juta per jamaah.

Dengan demikian, perlu upaya pemerintah untuk menurunkan biaya yang dibebankan pada jamaah. "Di sinilah diperlukan pengelolan dana haji agar nilai kemanfaatan haji yang besar bisa ikut membantu menutupi sebagian biaya penyelenggaraan haji, kemudian jamaah haji bisa mendapat keringanan," kata Lukman.

BPKH berencana menempatkan dan investasi dana haji di sejumlah sektor. Termasuk dia ntaranya investasi di Bank Usaha Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), emas, sukuk, investasi langsung, dan investasi syariah lainnya.

Pada 2018, sekitar 50 persen akan dialokasikan untuk BUS/UUS, 20 persen untuk sukuk, lima persen untuk emas, 15 persen untuk investasi langsung dan 10 persen untuk investasilainnya. Pada 2020, 30 persen akan dialokasikan untuk BUS/UUS, 35 persen untuk sukuk, lima persen untuk emas, 20 persen untuk investasi langsung dan 10 persen untuk investasi lainnya.

Jika dikelola dengan baik, maka manfaat investasi dana haji dapat digunakan untuk kemaslahatan umat. BPKH merupakan organisasi pertama yang dimiliki Indonesia dengan tugas khusus pengelolaan dana haji.

Badan ini diberi kewenangan untuk menginvestasikan dana haji dengan mengikuti prinsip dasar yang telah diatur undang-undang. Salah satunya investasi harus sesuai dengan syariah. Selama ini dana haji hanya disimpan dalam rekening bank dan deposito.

Lukman optimis BPKH bisa menjalankan tugasnya dengan baik mereka yang terpilih di badan pelaksana dan dewan pengawas adalah orang -orang profesional. "Sebagian besar adalah direksi bank-bank syariah dan ulama yang ahli sehingga dapat bermanfaat untuk BPKH ke depannya," katanya.

Badan Pelaksana BPKH paling sedikit terdiri atas lima orang anggota yang berasal dari unsur profesional, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menurut Perpres, mereka akan menjabat untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Mereka adalah Ir A Iskandar Zulkarnain MM; Dr Ir Acep Riana Jayaprawira Msi; Ir Ajar Susanto Broto MM; Dr Anggito Abimanyu MSc (Kepala BP); Dr Beny Witjaksono SE MM; Dr Hurriyah El-Islamy LLB (Hons) MCL PhD, dan Dr Rahmat Hidayat MT.

Adapun Dewan Pengawas, menurut Perpres ini, terdiri atas tujuh orang anggota yangberasal dari unsur profesional. Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud terdiri atas dua orang dari unsur pemerintah dan lima orang dari unsur masyarakat.

Mereka di antaranya Dr. Yuslam Fauzi SE MBA (Ketua DP);  Khasan Faozi SE Ak Msi; Muhammad Hatta Ak MBA; Dr KH Marsudi Syuhud; Ir Suhaji Lestiadi ME; Dr Muhammad Akhyar Adnan MBA CA Ak; Dr Abdul Hamid Paddu MA.

Menurut Yuslam, sasaran nilai dana kelolaan BPKH dalam enam tahun ke depan ditargetkanbisa mencapai Rp 145,4  triliun pada 2022 dari Rp 96,2 triliun pada 2017. Sasaran nilai manfaat dana haji sebesar Rp 10,5 triliun pada 2022 dari Rp 3,2 triliun pada 2017.

Distribusi program kemaslahatan akan mencakup prasarana ibadah, kesehatan, pelayanan ibadah haji, ekonomi umat, pendidikan dan dakwah serta sosial keagamaan. Pada2018, fokus program akan meliputi beberapa hal. Yakni fokus penempatan dana, pengurusan hukum dan kepatuhan, keuangan, investasi, perencanaan dan pengembangan serta untuk Sumber Daya Manusia dan kemaslahatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement