Kamis 11 Jan 2018 17:23 WIB

Askrida Syariah Bidik Asuransi Travel Umrah

Rep: Binti Solikah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum HIMPUH H Baluki Ahmad berjabat tangan dengan Ketua Maktab VVIP seusai penandatanganan kontrak akomodasi di Arafah dan Mina untuk 10.519 jamaah haji khusus anggota HIMPUH (Ilustrsi)
Foto: muhammad subarkah/muharom ahmad
Ketua Umum HIMPUH H Baluki Ahmad berjabat tangan dengan Ketua Maktab VVIP seusai penandatanganan kontrak akomodasi di Arafah dan Mina untuk 10.519 jamaah haji khusus anggota HIMPUH (Ilustrsi)

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA - PT Asuransi Askrida Syariah membidik bisnis asuransi travel syariah tahun ini. Askrida Syariah telah mendapatkan izin produk Travel Insurance Syariah pada 2017.

Direktur Utama Askrida Syariah, Abdul Mulki, mengatakan, saat ini asuransi travel umrah lebih banyak digarap oleh perusahaan asuransi konvensional. Sekitar 70 persen pasarnya dikuasai asuransi konvensional. Padahal, banyaknya Muslim dari Indonesia yang beribadah umrah menjadi potensi bagi perusahaan asuransi syariah.

"Ini peluang kami. Dulu belum kami garap karena kami tidak bisa, sebelumnya kami fokus di bank," kata Abdul Mulki kepada wartawan di Jakarta, akhir pekan lalu.

Askrida Syariah akan menggandeng asosiasi travel umrah seperti Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republika Indonesia (AMPHURI) dan Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) untuk menggarap bisnis tersebut. Askrida Syariah masuk melalui pasar agen dengan menjadikan travel umrah sebagai agen. "Jadi semua yang terbang dengan travel mereka, asuransinya otomatis Askrida Syariah," ujarnya.

Abdul Mulki menargetkan dapat memperoleh premi dari asuransi travel umrah sekitar Rp 10 miliar sampai Rp 20 miliar untuk tahun ini. Di samping itu, Askrida Syariah juga membidik bisnis asuransi medical mal praktek. Produknya telah mendapat izin dari OJK sejak tiga tahun yang lalu. Namun, Askrida Syariah belum mendapatkan pasar.

Menurutnya, potensi bisnis asuransi medical mal praktek cukup besar dengan jumlah fasilitas kesehatan sekitar 1.200 rumah sakit di Indonesia. Jika satu rumah sakit memiliki 30 dokter, potensi premi sudah Rp 300 juta. "Total pasar ada sekitar Rp 200 miliar. Saya target Rp 20 miliar saja tahun ini," imbuhnya.

Secar keseluruhan, Askrida Syariah menargetkan, pertumbuhan premi sebesar 50 persen pada 2018. Perolehan premi sampai Desember 2017 tercatat sekitar Rp 367 miliar, ditargetkan naik menjadi sekitar Rp 560 miliar. Dari target tersebut, sekitar 60 persen berasal dari produk pembiayaan konsumer syariah, dimana 80 persennya dari captive market yakni Bank Pembangunan Daerah (BPD) di seluruh Indonesia. Kemudian, sisanya 40 persen dimana 30 persen dari asuransi kesehatan syariah dan 10 persen dari yang lain-lain seperti travel umrah dan asuransi medical mal praktik.

Nantinya, Askrida Syariah akan menggarap pasar bank umum syariah melalui kerjasama antara lain dengan Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BRI Syariah, Bank Muamalat, Bank Syariah Bukopin, BTN Syariah dan lainnya.

Abdul Mulki menyebut, dulu Askrida Syariah pernah bekerja sama dengan Bank Muamalat dengan share 2,5 persen, kontribuai premi yang didapat sebesar Rp 4 miliar. "Ini yang kami garap dengan target 10 persen di tiap bank syariah itu ada Rp 100 miliar," ucapnya.

Aset Akrida Syariah sampai akhir 2017 mencapai Rp 315 miliar. Tahun ini aset ditargetkan naik sekitar 20 persen. Dari sisi perolehan laba pada 2017 sekitar Rp 27 miliar, tahun ini ditargetkan naik minimal 25 persen menjadi sekitar Rp 30 miliar.

"Dengan kami spin off, biaya akan meningkat tiga kali lipat. Kami mempertahankan laba naik minimal 25 persen, targetnya naik 50 persen. Kalau enggak pasti rugi," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement