Ahad 11 Feb 2018 07:51 WIB

Ulama Saudi: Jubah tak Wajib untuk Perempuan Arab

Wanita Muslim harus berpakaian sopan, namun tidak wajib mengenakan abaya.

Rep: marniati/ Red: Dwi Murdaningsih
Wanita Arab Saudi memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu (12/12).
Foto: EPA/Ahmed Yosri
Wanita Arab Saudi memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu (12/12).

IHRAM.CO.ID, RIYADH -- Seorang anggota senior badan ulama Muslim Arab Saudi mengatakan wanita Saudi tidak perlu memakai abaya atau jubah panjang dalam kesehariannya. Dalam program radionya, Sheikh Abdullah al-Mutlaqanggota yang merupakan anggota Dewan Cendekiawan Muslim Senior, mengatakan wanita Muslim harus berpakaian sopan, namun tidak wajib mengenakan abaya.

"Lebih dari 90 persen wanita Muslim di dunia Muslim tidak memakai abaya. Jadi kita seharusnya tidak memaksa orang untuk memakai abaya," kata Sheikh Mutlaq.
 
Meski belum diketahui akan adanya sebuah perubahan dalam undang-undang yang mengatur hal tersebut namun pernyataanSheikh Abdullah al-Mutlaqanggota ini merupakan yang pertama dari seorang tokoh agama senior. Ini mengikuti pola modernisasi baru-baru ini yang telah dilakukan Kerajaan Arab Saudi dengan naiknya Putra Mahkota Mohammad bin Salman ke tampuk kekuasaan.
 
 
Hanya ulama yang ditunjuk pemerintah yang menjadi anggota Dewan Cendekiawan Senior. Mereka diizinkan menerbitkan fatwa, atau pendapat hukum Islam. Penafsiran mereka terhadap hukum Islam merupakan dasar sistem hukum Arab Saudi.
 
Wanita Saudi telah mulai memakai abaya yang lebih berwarna dalam beberapa tahun terakhir, dimana dulunya mereka hanya memakai abaya dengan warna hitam. Mengganti abaya dengan rok panjang atau celana jins juga menjadi lebih umum di beberapa bagian negara ini.
 
Tren ini menandai perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2016, seorang wanita Saudi ditahan karena melepaskan abayanya di jalan utama di ibu kota Riyadh. Media lokal melaporkan bahwa dia ditahan setelah sebuah pengaduan diajukan ke polisi agama.
 
 
Kerajaan tersebut telah melihat perluasan hak-hak perempuan baru-baru ini, seperti kemungkinkan perempuan untuk menghadiri acara olah raga campuran dan memberi mereka hak untuk mengemudi.
 
Ini adalah beberapa dari banyak perubahan yang telah dialami negara ini dalam beberapa bulan terakhir, yang dipuji sebagai bukti tren progresif baru di Kerajaan Muslim yang sangat konservatif.
 
Namun, terlepas dari perubahan ini, negara yang dikelompokkan gender dikritik karena kendala yang terus berlanjut pada perempuan. Aktivis telah mengecam sistem perwalian negara yang mengharuskan anggota keluarga laki-laki memberi izin kepada seorang wanita untuk belajar di luar negeri, melakukan perjalanan dan kegiatan lainnya.
 
Pada Kamis, sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London, ALQST, melaporkan penahanan bulan lalu aktivis Noha al-Balawi, dengan mengatakan bahwa dia diinterogasi oleh pihak Saudi mengenai keterlibatannya dengan hak-hak perempuan dan gerakan hak asasi manusia. Pusat Komunikasi Internasional pemerintah belum menanggapi permintaan untuk komentar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement