Jumat 27 Apr 2018 15:53 WIB

Asphurindo Pertanyakan Rencana Investasi BPKH

Risiko bersaing dengan pengusaha haji dan umrah setempat dinilai terlampau tinggi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Ani Nursalikah
Jamaah kelompok terbang SUB (Surabaya) 44 saat tiba di Paviliun Haji Bandara Amir Muhammad Bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah, 20 September 2017.
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Jamaah kelompok terbang SUB (Surabaya) 44 saat tiba di Paviliun Haji Bandara Amir Muhammad Bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah, 20 September 2017.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Haji, Umrah dan Inbound Indonesia (Asphurindo) Syam Resfiadi mengkhawatirkan rencana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk investasi di Arab Saudi. Menurutnya, risiko bersaing dengan pengusaha di bidang haji dan umrah setempat terlampau tinggi untuk Indonesia.

 

Syam menjelaskan, dirinya belum memahami secara mendetail rencana yang akan diambil BPKH. Tapi, secara prinsip, ia mencemaskannya, mengingat situasi dan kondisi bisnis di Arab yang didominasi warga setempat.

"Apabila diambil alih, tentu mereka tidak senang," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (27/4).

 

Jika tidak ingin mengambil alih sepenuhnya, Syam mempertanyakan sistem investasi seperti apa yang akan diaplikasikan BPKH. Apabila mau menginvesatasi dengan menyewa transportasi dan akomodasi dari awal lalu, disewakan kembali ke pemerintah, berarti BPKH bertindak sebagai broker. Artinya, harga jual yang diterima pemerintah justru lebih tinggi dan efisiensi biaya haji jamaah tidak tercapai.

 

Menurut Syam, mengambil alih bisnis akomodasi dan transportasi seperti yang direncanakan BPKH termasuk dalam bisnis praktis. Risiko tindakan ini terbilang besar karena investasi akan lebih mudah hilang.

"Berbeda halnya dengan investasi pada modal, yang masih ada jaminan kembalinya investasi awal," ucapnya.

 

Selain itu, Syam mempertanyakan apakah BPKH siap bersaing dengan bisnis asli Arab Saudi. Apabila sudah dipertimbangkan, faktor risiko berbisnis dalam bentuk bisnis praktis tetap tinggi. Terlebih, investasi menggunakan uang jamaah yang merupakan sebuah amanat sehingga harus dipastikan aman.

 

Syam mengatakan, BPKH harus mencoba realistis apabila benar ingin menerapkan investasi. Selain risiko akan hilangnya dana investasi besar, keuntungan tidak bisa didapatkan secepat yang diprediksi. "Kalaupun mau, lindungi dengan reasuransi. Tapi jika ingin sekadar menjadi broker, logika membuat biaya haji jadi efisien tidak akan tercapai," kata Syam.

 

Sebelumnya, Kepala BPKH Anggito Abimanyu menjelaskan, progam investasi pada 2019 dilakukan agar ibadah haji lebih efisien dan jemaah lebih nyaman. Selain investasi di Arab Saudi, BPKH juga berencana berinvestasi di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement