IHRAM.CO.ID, JAKARTA - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tengah melakukan penjajakan untuk penempatan dan investasi dana haji. Langkah tersebut dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Dana Haji yang telah diterbitkan pada Februari 2018.
BPKH melakukan penjajakan antara lain untuk berinvestasi di proyek dengan skema Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran (PINA).
CEO Unit Tim Fasilitas PINA Bappenas, Ekoputro Adijayanto, mengatakan, BPKH telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan PINA sebulan yang lalu.
"Memang mereka menunjuk PINA untuk mencarikan proyek-proyek yang lukratif atau return-nya baik. Tatapi juga risikonya terjaga dengan baik, karena ini dana umat," kata Eko kepada warwawan di Gedung Bappenas, Jakarta, Selasa (22/5).
Eko menyatakan, PINA sangat menekankan agar faktor risiko menjadi perhatian penting. Saat ini, PINA sedang melakulan pembicaraan dengan BPKH mengenai proyek yang akan diinvestasi dengan dana haji.
"Sudah ada sekitar 23 proyek yang kami kaji bersama-sama dengan pengurus BPKH. Nanti BPKH akan bikin konferensi pers kalau ada yang close," terangnya.
Eko menjelaskan, 23 proyek tersebut terdiri dari berbagai macam bidang. Mulai dari perkebunan dengan produk turunannya dari hulu sampai hilir. Kemudian proyek infrastruktur menjadi yang utama, mulai dari pelabuhan sampai jalan tol.
"Nah instrumennya sendiri dalam bentuk syariah sudah pasti, mungkin justru tidak dalam bentuk direct investment tapi near equity jadi RDPT Syariah, perpetual loan syariah, atapun hal-hal yang terkait dengan syariah," imbuhnya.
Eko menyebut, sesuai PP No 5 Tahun 2018 ada alokasi-alokasi penempatan dan investasi dana haji. Antara lain mencakup produk perbankan syariah seperti deposito, kemudian surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya. "Alokasinya Rp 13 triliun yang dikerjasamakan dengan PINA sementara untuk tahun ini," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Badan Pelaksana BPKH, Benny Witjaksono, menyatakan saat ini BPKH tengah melakukan penjajakan terkait investasi dana haji, salah satunya dengan PINA. "Sudah tanda tangan (MoU dengan PINA), sedang pengkajian beberapa proposalnya," kata Benny saat dihubungi Republika.
Dalam Pasal 26 PP No 5 Tahun 2018 tersebut ayat 1 disebutkan, Pengeluaran untuk penempatan Keuangan Haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan syariah. Kemudian ayat 2 berbunyi Pengeluaran untuk investasi Keuangan Haji dapat dilakukan dalam bentuk surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.
Ayat selanjutnya menyatakan, pengeluaran untuk penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji dilakukan sesuai prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Selain memenuhi aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas, pengeluaran investasi Keuangan Haji wajib dilakukan dengan mengoptimalkan pengelolaan risiko.
Dalam Pasal 27 menyebutkan, produk perbankan syariah meliputi giro, deposito berjangka, dan tabungan. Selama tiga tahun sejak BPKH terbentuk, pengeluaran Keuangan Haji dalam bentuk penempatan pada produk perbankan syariah paling banyak 50 persen dari total penempatan dan investasi Keuangan Haji. Untuk selanjutnya setelah tiga tahun BPKH terbentuk, pengeluaran Keuangan Haji dalam bentuk penempatan produk perbankan syariah paling banyak 30 persen dari total penempatan dan investasi Keuangan Haji. Sisanya dialokasikan untuk investasi.
Kemudian dalam Pasal 28 disebutkan, Investasi Keuangan Haji dalam bentuk surat berharga meliputi surat berharga syariah negara yang diterbitkan oleh pemerintah pusat, surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, dan efek syariah yang diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Efek syariah yang diatur dan diawasi oleh OJK meliputi saham syariah yang dicatatkan di bursa efek, sukuk, reksadana syariah, efek beragun aset syariah, dana investasi real estat syariah, dan efek syariah lainnya.
Sementara Investasi Keuangan Haji dalam bentuk emas hanya dapat dilakukan dalam bentuk emas batangan bersertifikat yang diproduksi dan/atau dijual di dalam negeri dan/atau dalam bentuk rekening emas yang dikelola oleh lembaga keuangan syariah yang diatur dan diawasi oleh OJK. Investasi dalam bentuk emas paling banyak 5 persen dari total penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji.
Dalam Pasal 30 menyatakan, investasi langsung dilakukan dengan cara, memiliki usaha sendiri, penyertaan modal, kerja sama investasi, dan investasi langsung lainnya. Investasi langsung dapat dilakukan dalam bentuk kerja sama antara BPKH dengan badan usaha dan/atau lembaga di dalam negeri dan/atau di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Investasi langsung paling banyak 20 persen dari total penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji.
Kemudian Pasal 31 menyebutkan investasi lainnya paling banyak 10 persen dari total penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji.