Rabu 18 Jul 2018 05:17 WIB

Kisah Mereka yang Keras Kepala

Segala ketangguhan yang ditunjukkan untuk menyakinkan sakit tak halangi ke tanah suci

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Esthi Maharani
Jamaah calon haji kelompok terbang (kloter) pertama Embarkasi Surabaya berjalan menuju pesawat di Bandara Udara Internasional Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (17/7).
Foto: Antara/Umarul Faruq
Jamaah calon haji kelompok terbang (kloter) pertama Embarkasi Surabaya berjalan menuju pesawat di Bandara Udara Internasional Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (17/7).

IHRAM.CO.ID, Pak Asril Sidi Ibrahim keras kepala. Meski usianya sudah mencapai 65 tahun, tak mau kopernya dibawakan petugas haji begitu keluar dari Gerbang Haji Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz (AMA), Madinah, Selasa (17/7).

“Cuma delapan kilo beratnya,” kata dia pada petugas dengan logat Minang yang kental. Ia adalah satu dari 387 jamaah asal Embarkasi Padang yang mendarat di Madinah, kemarin.

Roda kopernya enggan bekerja sama, koper berbelok tak tentu arah. Dilipatnya itu pengait koper, dan ia jinjing sendiri. Sekali lagi ditawari bantuan, Pak Asril justru berlari lekas macam tak mau dikejar petugas. Langsung menuju Paviliun 2, tempat jamaah haji menunggu bus menuju hotel.

Hari itu, Pak Asril mengaku puasa. Saat ditawari makanan oleh tim kesehatan, ia bergeming. “Saya mau puasa sepuluh hari!” kata dia dengan nada tegas.

Apa hal Pak Asril begitu penuh tekad? Ia mengisahkan, sudah mendaftar haji sejak sepuluh tahun lalu dengan hasil usahanya menggemukkan sapi. Pada 2017, namanya keluar. Genap sepuluh sapi ia jual untuk melunasi keberangkatan.

Ternyata, tahun itu ia tak boleh berangkat. “Gara-gara ini,” kata dia sembari memegang dada kanannya mengindikasikan penyakit yang ia derita. Segala ketangguhan yang ia tunjukkan hari itu agaknya guna meyakinkan bahwa sakit yang dulu itu tak boleh menghalanginya ke Tanah Suci tahun ini. Di depan para petugas kesehatan, obat yang ia bawa dari tanah air diinjak-injaknya. Petugas kesehatan yang mendampingi hanya bisa geleng kepala.

Tekad berangkat serupa ditunjukkan jamaah lain asal Padang, Sabaruddin. Berusia 85 tahun, ia yang paling tua dari rombongan kemarin. Ia berangkat disertai istri dan anaknya.

Yunidar, sang putri yang telah berusia 56 tahun menuturkan, ayahnya sudah tiga kali tertunda naik haji. Pada tahun-tahun sebelumnya, Sabaruddin yang merupakan pegawai kanwil Kemenag tempatan tak boleh berangkat karena terkena stroke. Tahun ini lain cerita karena ada Yunidar. “Saya haji pendamping untuk ayah sama emak,” kata dia sembari memijat-mijat kaki kelelahan.

Saat ditemui, Sabaruddin tak banyak bicara. “Saya senang sekali,” kata dia singkat dari atas kursi roda yang didorong petugas, di bawah sengatan teriknya matahari Madinah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement