Laporan wartawan Republika.co.id, Fitriyan Zamzami dari Jeddah, Arab Saudi
IHRAM.CO.ID, Gerak jamaah haji Indonesia di Tanah Suci tentunya bukan perkara sepele. Dengan jumlah yang sebegitu banyak, mencapai 221 ribu orang, persoalan transportasi perlu kordinasi dan sumber daya manusia yang mumpuni. Para supir bus yang membawa para jamaah seolah jadi tulang punggung.
Ibnu Matta (32 tahun), salah satunya. Menjelang tengah hari, Ahad (22/7) itu, ia sudah bersiap di belakang kemudi meski jamaah Indonesia baru tiba di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz sekira tiga puluh menit mendatang.
‘Kokpitnya’ penuh dengan panel, menunjukkan bahwa bus yang ia kendarai hari itu dipenuhi teknologi terkini. Ada rerupa tombol untuk mengatur suhu di dalam bus guna membuat nyaman penumpang yang akan berkendara di bawah teriknya matahari Arabia. Yang tak ada hanya tombol-tombol klakson 'telolet’ yang jamak di bus-bus Tanah Air.
Ia berjaga tepat di luar gerbang Jalur Cepat dan akan mengangkut jamaah Kloter 12 Embarkasi Jakarta-Pondok Gede itu hari. Mesin tak ia matikan, mengingat para jamaah akan langsung berangkat begitu mereka memenuhi bus.
Pekerjaannya, kata Ibnu, tergolong mudah. Ia hanya akan mengantar jamaah sampai ke hotel, tahun ini. Tak seperti dua tahun sebelumnya saat ia harus membawa jamaah dari Madinah ke Makkah.
"Tapi harus hati-hati, kalau salah masuk hotel kasihan," ujarnya. Ia menyadari betul, salah pemondokan tentu bakal jadi nelangsa yang tak perlu bagi jamaah yang sudah kelelahan menyiapkan perjalanan dari Tanah Air kemudian masih harus terbang berjam-jam ke Tanah Suci.
Ibnu yang berasal dari Gunung Kidul, Yogyakarta itu datang ke Tanah Suci menyusul rayuan pamannya yang datang lebih dulu. Dengan informasi dari sang paman, ia langsung berangkat mengikuti seleksi yang diadakan sebuah agensi di Jalan Otista, Jakarta Timur. "Ujiannya disuruh jalan zig-zag sambil ngebut," kata dia mengenang.
Tahun ini, ia ditempatkan di perusahaan transportasi Saptco yang melayani jamaah Indonesia dari bandara, khususnya dari jalur cepat. Hampir semua sopir untuk jamaah Indonesia dari perusahaan itu merupakan orang Indonesia. Kecuali ada satu yang berasal dari India.
Ia juga tak hanya mengantar jamaah dari Indonesia. Dari pengalaman itu, ia bersaksi bahwa jamaah dari Indonesia memang tergolong paling tertib. Saingannya hanya jamaah dari Malaysia yang kelakuannya juga nyaris serupa.
Lain lagi dengan jamaah dari Iran yang juga diangkutnya tahun ini. "Kemarin mereka hampir berkelahi dengan pihak Arab Saudi karena dimintai paspornya. Mereka ndak mau ngasih," kata dia.
Tertibnya jamaah Indonesia juga dinyatakan sopir lainnya, Saifuddin (40 tahun). Pria asal Sukabumi, Jawa Barat, tersebut mengatakan tak pernah menemui kendala karena jamaah yang ia angkut tahun ini kebetulan dari Indonesia semua.
Bekerja di Arab Saudi sejak tahun lalu, Saifuddin mengakui banyak suka dukanya. Buat sopir dari Tanah Air yang terbiasa memacu kendaraan dengan cepat dan bikin penumpang menahan napas, regulasi di Arab Saudi yang tergolong ketat ia rasakan betul.
Saifuddin dan Ibnu Mata tak bersedia mengatakan berapa pendapatan mereka. Yang jelas, jumlahnya sudah cukup untuk hidup di Arab Saudi dan menghidupi keluarga di kampung halaman.