Rabu 25 Jul 2018 17:51 WIB

Kekhasan Berjamaah di Al Haram

Waktu shalat sangat sakral di Tanah Suci.

Erdy Nasrul
Foto: dok. Pribadi
Erdy Nasrul

IHRAM.CO.ID, Oleh: Erdy Nasrul dari Makkah, Arab Saudi

MAKKAH -- Waktu shalat sangat sakral di Tanah Suci. Sebelum azan menggema ke berbagai penjuru, penjaga gerai sekitar Masjid al-Haram sudah mulai berpesan waktu shalat sudah dekat. Transaksi dipercepat. Ketika muazin menyuarakan takbir, mereka keluar menutup toko.

Kaki mereka melangkah cepat menuju Masjid Suci. Ada yang memasuki area dalam masjid. Ada pula yang membentuk barisan di serambi. Petugas saya dan teman-teman Media Center Haji (MCH) memiliki pengalaman khas saat shalat berjamaah di sana.

Jumat (20/7) adalah hari yang mengesankan kami. Saat langit memerah, tanda waktu Maghrib, tim MCH masih berjalan meninggalkan pusat perbelanjaan. Sementara panggilan shalat sudah terdengar. Ikamah tanda shalat dimulai terdengar. Imam sudah berdiri. Namun, kami masih berjalan menuju midha’ah (tempat wudhu).

Istaqimu (luruskan saf),” pesan imam shalat melalui pengeras suara. “Ini Syekh Sudais,” kata saya kepada teman-teman.

Hati saya bergetar. Selama ini hanya mendengar suaranya di Youtube. Saat itu kami mendengarnya melalui pengeras suara al-Haram yang jernih dan terdengar ke berbagai penjuru Makkah.

Kami mempercepat langkah kaki, menyucikan diri, dan masuk dalam shaf shalat. Sang imam membacakan ayat Qul law kanal bahru midadan likalimati rabbi...(Katakanlah, andai lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku...(al-Kahfi 109) sampai akhir.

Suaranya khas sekali. Melengking dengan nagham khas membaca Alquran. Ketika mendengar suaranya, dengan mudah seseorang akan langsung mengenal, ini Syekh Sudais. Saya menundukkan kepala, menikmati lantunan Kalam Ilahi yang begitu indah.

Selesai shalat, tim berkumpul dan membicarakan kesan masing-masing diimami sang idola yang namanya sungguh akrab di kalangan Muslim Indonesia. Pujian terlontar. Ketenangan, kedamaian menyelimuti hati.

Setelah itu kami berkumpul di depan Hotel Le Meridien, berencana kembali ke Kantor Daerah Kerja Makkah, Syisyah. Agak jauh dari al-Haram. Kaki menapaki bumi menuju ke sana selama 20 menit.

Azan Isya berkumandang pada pukul 08.00. Kami masih menunggu mobil penjemput sambil berbicara tentang penyambutan jamaah haji. Lalu ikamah terdengar. Dari kejauhan, suara imam jelas terdengar memerintahkan jamaah meluruskan barisan.

Lagi-lagi syekh Sudais yang mengimami jamaah. “Ayo kita kembali ke al-Haram untuk shalat berjamaah,” kata teman, Dodi Hidayatullah. Saya melarangnya. “Jangan. Nanti penjemput meninggalkan kita. Mobil pasti sudah dekat,” ujar saya.

Dodi melangkahkan kaki ke pinggiran ruko, hendak shalat bersama teman lainnya Subhan. Mobil jemputan datang. Keduanya kami panggil untuk memasuki mobil. Mereka bergegas memasuki kendaraan itu.

Mobil melaju. Semakin jauh kami meninggalkan al-Haram. Di sebelah kanan kami terlihat orang-orang membuat shaf shalat. Ada yang berdiri di serambi gedung atau area parkir. Mereka dengan khidmat mendengarkan Sudais yang melantunkan ayat, innallaha wa malaikatahu yushalluna ‘alan nabi...(Sungguh Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi...(al-Ahzab: 56) dan beberapa ayat berikutnya.

Hati ini bergetar menyaksikan mereka bersujud di luar, bahkan jauh dari area masjid. Ini adalah pemandangan langka. Saya sempat bertanya-tanya, apakah ada masjid di Indonesia yang ketika shalat berjamaah, suara imamnya terdengar di mana-mana, kemudian orang-orang sekitar, yang masih mendengar suaranya, ikut bermakmum kepada sang imam?

Entahlah. Sejenak saya melupakan kondisi Tanah Air yang sibuk dengan dinamika politik menghadapi pemilu 2019. Bosan membicarakannya.

Suara Sudais...benar-benar khas. Tak pernah diri ini diimami seseorang dengan suara indah sepertinya. Mobil terus berjalan. Sementara diri ini jatuh dalam penyesalan. Batin ini bergumam, ah kenapa sih harus begitu cepat meninggalkan al-Haram?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement