IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam Indonesia harus menunggu lama untuk bisa berangkat haji, mulai dari belasan tahun hingga puluhan tahun. Kementerian Agama (Kemenag) pun mendorong umat Islam Indonesia mulai mendaftarkan diri sedini mungkin.
Kasubdit Pendaftaran Haji Kemenag, Noer Aliya Fitra (Nafit) menjelaskan sejak berusia 12 tahun Muslim Indonesia sudah memenuhi persyaratan umur untuk mendaftar haji. Sebaiknya masyarakat mulai mendaftarkan diri sejak dini, sehingga setelah akan berangkat tidak menjadi jamaah beresiko tinggi (resti).
"Sejak sekolah, bersiaplah untuk mendaftar haji karena dengan semakin panjangnya antrean maka semakin lama orang itu berangkat," ujar Nafit saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (5/8).
Nafit mengatakan bahwa selama ini calon jamaah haji yang mendaftar kebanyakan berusia 40-50 tahun. Alhasil, saat berangkat haji banyak yang sudah lansia dan menjadi jamaah resti.
Baca juga: Calhaj Tertua Asal Maluku Berusia 91 Tahun
Tak heran jika tidak sedikit jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci. Hingga Sabtu (4/8) saja, sudah ada 25 jamaah Indonesia yang wafat.
"Dengan waktu tunggu 20 tahun maka mereka baru bisa berangkat sekitar umur 60 tahun dan ini akan menjadi masalah tersendiri," ucapnya.
Menurut Nafit, saat ini antrean jamaah Indonesia paling lama itu ada di Sulawesi Selatan, yaitu 39 tahun. Waktu tunggu paling singkat ada di daerah Maluku, yakni 10 tahun.
Antrean haji menjadi semakin lama karena orang yang mendaftar haji lebih banyak dari kuota yang tersedia saat ini, yaitu 221 ribu jamaah. "Di Jakarta, antreannya 20 tahun lamanya karena yang daftar banyak," ucapnya.
Selain karena banyak yang mendaftar, lamanya antrean juga dipengaruhi oleh kuota tersedia di tiap provinsi. Untuk provinsi DKI Jakarta, kuotanya sekitar tujuh ribuan calon jamaah.
Penetapan kuota berdasarkan satu per seribu dari jumlah penduduk Muslim. "Yang paling banyak itu di Jawa Barat dengan kuota 38 ribu karena persentase penduduk Muslimnya banyak," katanya.
Kemenag masih terus berupaya untuk menambah kuota jamaah Indonesia. Namun, Pemerintah Arab Saudi juga mempertimbangkan kondisi di Arafah-Mina.
"Di Mina itu kan tidak bisa diperuas lagi, kecuali di tingkat tendanya. Nah, ini juga menjadi pertimbangan pemerintah Arab Saudi ketika ingin menambah kuota. Jangan sampai ketika ditambah kuota tapi bikin masalah di Minanya," jelasnya.