Oleh: Fitriyan Zamzami dari Jeddah, Arab Saudi
IHRAM.CO.ID, JEDDAH -- Pada akhir-akhir musim haji seperti begini, ibadah bukan lagi jadi pikiran utama jamaah. Di sela-sela melaksanakan ritual-ritual keagamaan, jamaah dari berbagai penjuru dunia sudah mulai mengumpulkan rerupa oleh-oleh untuk kerabat di kampung halaman masing-masing.
Ini bukan hanya tabiat jamaah dari Tanah Air yang memang mendapat uang saku lebih dari pemerintah. Warga negara lain juga melakukan kegiatan serupa.
Tak hanya di dua kota suci Makkah dan Madinah, jamaah berburu oleh-oleh sampai ke Jeddah. Di kota pelabuhan itu, sebagian barang-barang memang lebih murah daripada di pusat-pusat pelaksanaan ibadah.
Pada Sabtu (25/8), nampak ratusan jamaah Cina menyemuti kawasan perdagangan Corniche di Jeddah. Mereka bersisian bahu dengan jamaah-jamaah Indonesia saling menawar harga dengan penjual-penjual di sana.
“Sama, kami juga membeli untuk keluarga di Zonghua,” kata Ma Zhangli (55 tahun) merujuk negerinya dengan nama resmi Republik Rakyat Cina.
Ia bersama sejumlah rekan nampak menyicipi kacang-kacangan khas Arab Saudi itu hari. Sempat baku tawar sedikit dengan penjual yang berkebangsaan Pakistan, kacang yang sudah ia coba akhirnya dibungkus rapi dalam kertas dan uang diserahkan.
Wilayah Corniche atau yang dengan akrab disebut Kornes dalam aksen tempatan mendapat namanya sehubungan ia merupakan rentang jalan yang tak jauh dari tubir pantai. Nama lengkapnya, Al Balad Corniche, alias jalan di tepi pantai wilayah pusat kota (Balad).
Sejak dahulu, barang-barang yang tiba dari kapal di pelabuhan-pelabuhan Jeddah langsung mampir ke berbagai toko di kawasan itu sehingga harganya bisa lebih murah dari wilayah lain di Saudi atau di Tanah Air.
Mengikuti tren global, yang dijual di Corniche juga berubah asal negaranya. Saat ini, dengan sedemikian derasnya produk-produk Cina membanjiri pasar-pasar dunia, kian sulit juga menemukan barang-barang di Corniche yang bukan buatan negara tersebut.
Mulai dari aneka sepatu, jam tangan, pakaian, bahkan sajadah dan sorban yang aslinya barang kebudayaan Arab rerata berstempel “Made in China”. Beruntung bila di sela-sela produk-produk itu jamaah bisa menemukan buatan Turki atau India.
Seturut jumlah jamaah Cina yang tak sedikit dan terus meningkat tiap tahun, di Corniche berkeliaran juga para penerjemah perantara antara penjual dan jamaah Cina.
“Memang sekarang ini bakal ramai-ramainya pembeli, kata Nurdin (30), seorang penerjemah tersebut.
Ia nampak sedang jadi perantara penjual jam tangan dengan beberapa jamaah dari Linxia. Beberapa jamaah laki-laki nampak terbujuk dengan tawaran toko tak jauh dari pintu masuk di gedung utama Corniche tersebut.
Sejumlah jamaah perempuan dari Cina juga nampak mengambil jam tangan mainan bergambar tokoh-tokoh kartun populer. Dapat harga yang dirasa murah, barang langsung mereka bayar dan masukkan dalam tas kresek siap dibawa pulang.
“Iya, itu buatan Cina juga,” kata Aziz, penjaga toko tersebut sambil tersenyum.