Oleh: Fitriyan Zamzami dri Jeddah, Arab Saudi
IHRAM.CO.ID, JEDDAH -- Pak Kasnadi sudah sukar bergerak sejak masih dalam bus menuju Bandara King Abdulaziz Jeddah dari Makkah, Senin (27/8). Usianya yang sudah lewat kepala tujuh dan sakit di lutut sebelah kiri membuat jamaah asal Tegal, Jawa Tengah tersebut sukar berjalan.
Saat tiba di Bandara Jeddah bersama rombongan Kloter 3 Debarkasi Solo, ia langsung dipapah tiga petugas Daker Bandara PPIH Arab Saudi. Jabir (40 tahun) seorang tenaga pendukung yang bertugas di Sektor 1 Daker Bandara salah satunya.
“Dia sudah tak kuat jalan, makanya kami bopong,” kata Jabir.
Saat itu, kata Jabir, bus tiba di pemberhentian bus Gerbang E Bandara Jeddah. Pak Kasnadi mereka bopong bertiga hingga tiba di Gerbang D, sekitar 100 meter jaraknya.
Di Gerbang D tersebut tiba-tiba seorang pekerja kasar Mesir berlari mendekat. Dengan postur yang jauh lebih besar dan tegap dari para petugas Indonesia, langsung ia rebut Pak Kasnadi. Ia angkat dan ia gendong layaknya anak-anak.
Pak Kasnadi ia bawa dengan selamat sampai di Plaza D, tempat jamaah kloternya diistirahatkan sejenak sebelum diperiksa. Budi Marta, petugas Daker Bandara lainnya menuturkan, jamaah itu langsung diperiksa dokter dan diberi makan. Begitu pulih setelah diistirahatkan, ia kemudian didorong petugas Indonesia menggunakan kursi roda menuju pesawat. Sang penolong dari Mesir sudah tak kelihatan.
Republika.co.id berupaya mencari petugas itu keesokan harinya berdasarkan kisah para petugas. Tak sukar, lelaki dengan ciri khas selalu mengenakan topi berwarna krem itu nampak sedang duduk beristirahat bersama kawan-kawannya sembari menanti barang bawaan jamaah yang harus diangkat turun. Dan ia punya kisah yang tak kalah ajaib.
Pekerja bongkar muat itu mengatakan bernama Fathallah Alisawiyah. Ia lahir setengah abad lalu di Iskandariyah, Mesir, dan sampai saat ini masih punya pekerjaan tetap di sana. Di kampung halamannya, ia adalah seorang insinyur.
Ia biasanya mengerjakan keperluan teknis untuk masjid-masjid di seantero Mesir. Penghidupannya di Mesir, kata dia, tergolong nyaman dan berada. Dari tiga anak Fathallah, putri tertua sudah menyelesaikan pendidikan S3 Sastra Prancis.
Tahun ini, Fathallah mendaftar jadi pekerja kasar di Jeddah saat ada rekrutmen di Iskandariyah. Ini pertama kalinya ia menjalani pekerjaan tersebut. Selama dua bulan ia ditugaskan mengangkut barang-barang jamaah di Bandara King Abdulaziz.
Dari baju birunya, nampak Fathallah berada di posisi paling bawah hirarki para pekerja bongkar muat di Bandara Jeddah. Hari itu, ia baru saja selesai menggotong koper-koper besar jamaah asal Mali dari atap bus.
“Sangat kecil hasil bekerja di sini dibanding di Mesir,” kata dia sembari tersenyum dalam bahasa Arab di Bandara Jeddah, Selasa (28/8).
Apa hal ia rela bersusah payah jadi tenaga bongkar muat di Jeddah? Ternyata tujuan utamanya adalah berhaji di Tanah Suci. Kepala plontosnya menandakan ia sudah menyelesaikan seluruh rangkaian itu saat penerbangan di terminal haji Jeddah berhenti selama puncak musim haji.
Fathallah sedianya punya cukup harta untuk membiayai dirinya dan sang istri berangkat haji bersama jamaah lain dari Mesir. Tapi ia memang memilih jalan lebih berat yang menurutnya lebih mulia.
“Kalau saya berangkat haji biasa, saya takut tidak bisa bantu-bantu jamaah lain,” kata dia.
Dengan menjadi pekerja kasar di Bandara Jeddah, ia mengharapkan bisa ikut mendulang berkah dari menolong tamu Allah. Hal itu juga yang mendorongnya ngotot merebut Pak Kasnadi dari petugas Indonesia dan memberikan bantuan menggendong sampai ke tempat beristirahat.
Buat Fathallah, ibadah haji bukan sekadar mencari kedekatan personal dengan Allah. “Semua pekerjaan membantu sabilillah, para tamu Allah, adalah juga ibadah haji itu sendiri,” kata dia.