Oleh: Fitriyan Zamzami dari Jeddah, Arab Saudi
IHRAM.CO.ID, JEDDAH -- Namanya juga selepas berhaji, wajah-wajah jamaah dari Cina di Bandara King Abdulaziz, Jeddah pada Kamis (30/8) pagi itu nampak ceria. Mereka saling mengobrol. Sembari menunggu keberangkatan di Plaza D Bandara Jeddah, saling bertukar panganan, bukan hanya dengan rekan senegara tapi juga dengan jamaah negara-negara lain.
Meski sebagian nampak tak muda, tak ada raut kelelahan dan kebanyakan nampak bugar. Hampir semua jamaah pria mengenakan peci putih khas dan yang perempuan berjilbab serta mengenakan setelan celana dan baju serta rompi longgar. Beberapa lainnya mengenakan abaya hitam khas Saudi.
Suasana tiba-tiba berubah menjelang tengah hari. Ketika itu, datang sejumlah pria berseragam dan berambut cepak di antara jamaah. Mereka bersepatu bot, celana kargo, kemeja penuh saku, dan berperawakan tegap.
Berbagai lencana dan tanda pangkat dilucuti dari seragam tersebut kecuali sepetak bendera Cina di lengan. Begitupun, pin di topi salah satu dari mereka menunjukkan lambang kepolisian Republik Rakyat Cina.
Mereka mulanya berbaris dan memindai jamaah satu persatu. Beberapa merangsek dalam gerombolan dan memeriksa barang bawaan jamaah.
Keriangan jamaah perlahan meredup. Obrolan kemudian jadi bisik-bisik. Sebagian jamaah hanya memandang para pria perseragam itu dari sudut mata mereka.
Pria-pria berseragam itu tak nampak pada kedatangan jamaah Cina di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah atau Bandara Jeddah. Jamaah Cina biasanya disambut petugas yang berpakaian kasual, beberapa bahkan hanya bercelana training dan kaus oblong saja. Di antara jamaah dari seluruh dunia yang tiba di bandara Saudi, hanya jamaah Cina yang ditemani petugas berseragam paramiliter tersebut.
“Kami juga tidak tahu mengapa mereka di sini. Peraturan di negara kami memang sekarang lebih keras,” kata Ismail seorang jamaah paruh baya, satu dari sedikit di antara jamaah yang bisa berbahasa Arab.
Ismail bersama ratusan jamaah yang menyertainya hari itu berasal dari Lanzhou, ibu kota Provinsi Gansu, yang terletak di jantung wilayah Cina. Bersama Linxia, Lanzhou adalah wilayah di Gansu yang sejak lama jadi pusat konsentrasi etnis Hui yang hampir semuanya beragama Islam.
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Meski beberapa pekan belakangan santer kabar soal pemenjaraan Muslim Uighur di Xinjiang dan aksi ribuan Muslim Hui menentang pembongkaran Masjid di Weizhou di Ningxia, provinsi tetangga Gansu, Ismail mengatakan mereka belum terdampak.
“Belum ada masjid yang mau dibongkar lagi,” kata dia.
Menjelang keberangkatan, ketegangan kian meningkat saat jamaah dibariskan menuju pesawat. Pemimpin rombongan kemudian diminta mengganti bendera kelompok berwarna hijau dengan bendera merah berbintang lima.
Salah satu pria berseragam hitam kemudian mendampingi rombongan pertama berjalan menuju gerbang keberangkatan. “Nanti mereka dikawal sampai pesawat,” kata salah seorang petugas maskapai dalam bahasa Inggris kepada Republika.co.id. Ia mengiyakan, para pria berseragam adalah aparat keamanan Cina.
Di tengah ketegangan tersebut, hadirlah Ahmad Abu Yazan, seorang petugas bandara asli Arab Saudi. Sejak awal mula kedatangan jamaah Cina, pria paruh baya itu sudah mencoba akrab. Ishaka, salah seorang jamaah dari Lanzhou, ia paksa menerima pemberian roti berisi semacam yoghurt khas Saudi.
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Sementara menjelang keberangkatan, di tengah-tengah jamaah yang mulai tak sabar menanti keberangkatan, polahnya kian konyol. Satu persatu jamaah ia tantang dengan pose kungfu. “Bruce Lee... Bruce Lee…,” kata dia tak sadar sedang melakukan sejenis stereotip kepada jamaah Cina.
Mulanya tak ada yang meladeni, hingga akhirnya dua pemuda beranjak dari duduk mereka. Berhadapan dengan Abu Yazan, mereka kasih lihat gerakan-gerakan Baji Quan, jenis bela diri khas etnis Hui. Abu Yazan meladeni sebisanya dan mereka kemudian terlibat pura-pura bakupukul dan berpelukan setelahnya.
Semua orang tertawa, bahkan para aparat berseragam. Untuk sejenak ketegangan mereda. Ada senyum lagi di wajah-wajah jamaah Cina sebelum berangkat menjelang apapun yang menanti di tanah air mereka.
Abu Yazan nampak puas dengan aksinya. Sembari bertolak pinggang ia pandangi rombongan jamaah Cina berangkat dengan kawalan pria-pria berseragam. “Ikhwan, ikhwan…,” kata dia sembari menunjuk saudara-saudara seimannya.