Kamis 13 Sep 2018 15:49 WIB

'Minat Warga Berumrah tak Berkurang'

Penurunan jumlah jamaah umrah baru akan terasa dua atau tiga bulan ke depan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Salah satu rombongan jamaah umrah Ramadhan Madinah Iman Wisata.
Foto: Dok MIW
Salah satu rombongan jamaah umrah Ramadhan Madinah Iman Wisata.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kini mencapai angka Rp 14.800. Masalah ini telah memengaruhi beberapa jenis usaha di Indonesia utamanya yang menggunakan dolar untuk melakukan transaksi.

Meski demikian, Ketua Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi menyebut melemahnya rupiah belum membawa efek pada jasa perjalanan ibadah umrah di Indonesia. Ini karena pelemahan rupiah baru terjadi beberapa minggu lalu.

"Sampai saat ini belum terasa untuk perubahan atau berkurangnya minat masyarakat Indonesia yang mau umrah. Karena lemahnya rupiah masih baru," ujar Syam saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (13/9).

Ia pun tidak menampik akan terjadinya penurunan jumlah jamaah saat rupiah mengalami pelemahan. Ini terlihat dari pengalaman sebelumnya saat nilai rupiah anjlok pada 2014 dan 2015.

Penurunan jumlah jamaah umrah menurutnya baru akan terasa dua atau tiga bulan ke depan. Untuk saat ini, masyarakat yang sudah niat dan semangat ibadah tetap akan mendaftar dan membayar biaya yang ditetapkan. "Kalau menurun, ya itu pasti. Persentasenya 10 sampai 25 persen. Paling maksimal 25 persen," lanjut Syam.

Angka tersebut berdasarkan pengalaman saat 2014 dan 2015 dimana rupiah per-dolar Amerika Serikat dari Rp 9.000 menjadi Rp 12 ribu. Syam mengira jeda waktu tiga tahun membuat rupiah bisa kembali membaik, namun yang ada malah terjadi pelemahan lagi.

Di tahun 1999 pun terjadi pelemahan rupiah. Jumlah jamaah yang berangkat saat itu hanya 125 orang. Namun pada 2000 sudah naik 100 persen menjadi 250 jamaah.

Untuk mengantisipasi menurunnya jamaah, Syam pun menyarankan setiap pengusaha travel umrah untuk menambah varian paket umrahnya. Ini salah satu strategi agar tidak terlalu mengalami kerugian penurunan jamaah dan masyarakat tetap bisa beribadah.

"Waktu 1999 akibat krisis 1998, jumlah jamaah itu hanya 125. Di tahun 2000 dibuatlah variasi paket atau produk umrah. Ini jamaahnya naik jadi 250 orang. Nah kita harus paham strateginya. Kebutuhan itu tetap ada, banyak malah. Hanya kemampuan yang berkurang," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement