IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Permusyawarakatan Antarsyarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (Patuhi) meminta pemerintah tidak tunduk pada perusahaan swasta penyedia jasa rekam biometrik VFS Tasheel. Ketua Harian Patuhi Artha Hanif mengatakan akan melakukan berbagai upaya penolakan untuk kebijakan yang mengharuskan calon jamaah umrah Indonesia melakukan rekam biometrik.
“Pemerintah juga kita minta melakukan penolakan. Bagaimana mungkin pemerintah membiarkan ada usaha swasta di Indonesia tanpa legalitas yang jelas,” kata dia kepada Republika.co.id, Senin (8/10).
Permintaan itu sudah disampaikan Patuhi saat menggelar aksi damai jamaah umrah dan penyelenggara pada 3 Oktober lalu. Artha mengatakan Patuhi juga mempertanyakan legalitas perusahaan VFS Tasheel, apakah itu perusahaan asing, swasta, atau lahir di dalam negari. Berdasarkan informasi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Agama (Kemenag) pada Patuhi, pemerintah belum mendapat informasi atau koordinasi serta surat terkait legalitas VFS.
Bahkan, Artha melanjutkan, Kemenlu pernah membuat nota diplomatik ke kedutaan yang menyatakan Indonesia keberatan menerima VFS setahun lalu. Alasannya, kebijakan VFS tidak sesuai dengan kondisi geografis Indonesia.
Ia mengatakan, fakta pemrosesan visa umrah setiap hari mencapai 5.000 hingga 10 ribu. Menurut dia, tidak ada kedutaan yang menerbitkan visa sebanyak itu dalam sehari.
“Yang terjadi di negara lain, maksimal (menerbitkan visa sehari) tak sampai 1.000,” ujar dia.
Baca juga: Sapuhi: Rekam Biometrik Menyulitkan Jamaah dan Travel