Kamis 20 Dec 2018 18:35 WIB

Sapuhi Sarankan Kebijakan Rekam Biometrik Dikaji Ulang

keberadaan kantor VFS Tasheel tidak menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Jamaah umrah
Foto: AP
Jamaah umrah

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) meminta kebijakan biomterik dipikirkan kembali oleh Pemerintah Arab Saudi karena memberatkan calon jamaah umrah. Selain itu dikhawatirkan akan membuat calon jamaah umrah terlambat berangkat umrah.

Ketua Sapuhi, Syam Resfiadi mengatakan, geografis Negara Indonesia sangat luas sehingga membutuhkan moda transportasi darat, laut dan udara untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini harus menjadi perhatian VFS Tasheel selaku penyedia layanan rekam biometrik calon jamaah umrah dan haji.

"Mohon dipikirkan kembali persyaratan itu (rekam biometrik di kantor VFS Tasheel), kalau itu dijadikan persyaratan umrah tentu jadi berat bahkan sangat berat bagi calon jamaah umrah di pelosok," kata Syam kepada Republika.co.id, Kamis (20/12).

Ia menyampaikan, keberadaan kantor VFS Tasheel tidak menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Sehingga calon jamaah umrah kesulitan mencapai kantor VFS Tasheel. Tapi bukan berarti Sapuhi ingin menolak 100 persen kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Karena kebijakan suatu negara tidak bisa diintervensi oleh negara lain.

Ia mengatakan, kalaupun ada usulan kepada Pemerintah Arab Saudi agar mempertimbangkan kebijakan rekam biometrik, itu hanya sebatas usulan. Sementara keputusan ada ditangan Pemerintah Arab Saudi.

"Kecuali kita berani melakukan embargo dengan tidak mengirim jamaah umrah, tapi ini bukan diangkat oleh semata-mata pihak swasta atau asosiasi, tapi harus didukung oleh pemerintah juga," ujarnya.

Ia menegaskan, Pemerintah Indonesia dan rakyat harus satu suara. Kalau rakyat menolak kebijakan rekam biometrik, tapi pemerintahnya tidak mendukung maka jadi masalah. Tapi aneh juga kalau pemerintah tidak mendukung rakyatnya. Oleh karena itu pemerintah dan rakyat harus saling mendukung

Syam mengungkapkan, memang tidak semudah membalik telapak tangan mengatasi persoalan itu. Sapuhi memberi waktu kepada Pemerintah indonesia untuk menyiapkan diri menyelesaikan persoalan yang ada.

Sementara, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama, Nizar Ali tidak berkomentar terkait asosiasi travel umrah yang keberatan dengan kebijakan rekam biometrik. Nizar juga tidak berkomentar saat ditanya kemungkinan akan adanya calon jamaah umrah yang terlambat berangkat umrah.

Sebelumnya, Pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan rekam biometrik oleh Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel sebagai syarat calon jamaah umrah mendapatkan visa umrah. Kebijakan tersebut diberlakukan sejak Senin 17 Desember 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement