IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo diminta turun tangan mengatasi persolan visa biometrik yang dinilai memberatkan jutaan calon jamaah umrah. Jokowi mesti turun tangan karena Kementerian Agama dinilai sudah tidak mampu melobi pemerintah Saudi untuk menghapus ketentuan rekam biometrik.
"Sebetulnya kita berharap G2G (government to government, Red) bisa langsung," kata Sekjen Assosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Firman M Nur saat berbincang dengan Republika.co.id, Sabtu (22/21).
Karena masalah ketentuan perekaman biometrik sebagai persyaratan mendapatkan visa umrah mendesak untuk dibatalkan, maka dia menyebut presiden yang harus meminta langsung kepada Raja Salman untuk membatalkannya. "Kalau perlu Presiden Jokowi ke Raja Salman karenakan beliau sebagai khodimul haramain pelayan dua Tanah Suci," katanya.
Permintaan dibatalkannya ketentuan visa biometrik kepada Raja Salman harus dilakukan Presiden Jokowi sebagai bentuk kepedulian Jokowi sebagai kepala pemerintah sekaligus Kepala Negara kepada jutaan rakyatnya yang akan pergi ke Tanah Suci. "Jadi Presiden meminta Raja Salam mempertimbangkan sebagaimana tugas beliau bagaimana kenyamanan dan kelancaran perjalanan calon jamaah yang akan berangkat ke Tanah Suci," katanya.
Sebelumnya, Firman menyarankan agar Pemerintah RI menurunkan tim khusus untuk melakukan lobi tehadap pemerintah Saudi. Pasalnya diplomat yang ada saat ini dinilai belum mampu melobi pemerintahan Saudi sehingga banyak kebijakan Saudi yang merepotkan rakyat Indonesia yang ingin umrah dan haji tetap diberlakukan. "Betul, diperlukan diplomat yang andal," katanya.
Firman mengatakan tim khusus itu selain untuk bernegoisasi terkait kebijakan Saudi yang dinilai menyulitkan, tim lobi juga bisa diarahkan pemerintah untuk bisa mendapatkan percepatan perbaikan atau penambahan fasilitas ibadah haji. Terutama di Mina dan di Arafah. "Jadi diplomat itu yang bisa memberikan masukan yang baik kepada pemerintah Saudi," ujarnya.