Senin 07 Jan 2019 18:54 WIB

VFS Tasheel Diduga Ilegal, Himpuh: Tidak Jujur Sejak Awal

Himpuh mendesak VSF Tasheel lengkapi izin dan fasilitas rekam biometrik.

Rep: Ali Yusuf / Red: Nashih Nashrullah
Kantor VFS Tasheel di Epiwalk, Rasuna Epicentrum, Jakarta ramai didatangi calon jamaah umrah yang mengurus perekaman data biometrik, Senin (17/12).
Foto: Republika/Umi Nur Fadhilah
Kantor VFS Tasheel di Epiwalk, Rasuna Epicentrum, Jakarta ramai didatangi calon jamaah umrah yang mengurus perekaman data biometrik, Senin (17/12).

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA— Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak keberatan diterapkannya kebijakan rekam biometrik sebagai syarat mendapat visa umrah. Pemerintah Saudi yang mendelegasikan rekam biometrik ke VFS Tasheel seharusnya sudah menyiapkan segala sesuatunya demi kelancaran perekaman.

"Prinsipnya kita tidak menolak kebijakan kewajiban biometrik karena itu kewenangan mandatory pemerintah Saudi bagi pemohon visa umrah," kata Sekretaris Jendral Himpunan  Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Anton Subekti kepada Republika,co.id, Senin (7/1). 

Anton mengatakan, pada prinsipnya semua PPIU setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Saudi karena itu merupakan kewenangan pemerintah Saudi. 

Namun, kata Anton, yang PPIU tolak adalah sikap arogansi dan ketidakpedulian VFS Tasheel sebagi perusahaan asing yang merasa di atas angin memiliki hak monopoli terhadap rekam biometrik berbayar sebesar 7 dolar AS perjamaah.  

Sekalipun berbayar jika dirupiahkan sebesar Rp 116 ribu, kata Anton, VFS Tasheel tidak siap dengan sumber daya manusianya (SDM) yang profesional, perangkat, dan fasilitas yang juga tidak memadai untuk melayani ribuan calon jamaah setiap hari di seluru pelosok nusantara. 

"Akan tetap mereka tetap paksakan beroperasi sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat karena pelayanan yang sangat buruk dan tidak manusiawi," katanya. 

Anton menuturkan pelayanan Tasheel tidak menusiawi yang diberikan kepada jamaah di antaranya antrian mengular, sistem sering bermasalah, sehingga waktu pelayanan menjadi lama yang membuat jamaah menunggu sampai dini hari, tanpa sarana tempat duduk. 

"Terlebih SDM tidak profesional sehingga muncul kasus aplikasi visa ditolak KBSA (Kedutaan Besar Saudi Arabi) karena data biometrik tidak terbaca, sehingga calon jemaah harus mengulang proses biometrik (rugi waktu dan cost lagi)," katanya sembari menambahkan belum lagi sistem penjadwalan yang mengatur jadwal appoinment intervalnya panjang sehingga harus reschedule keberangkatan.

Untuk itu, kata Anton, PPIU menolak ketidakjujuran VFS Tasheel yang terhadap KBSA sebagai pemberi kerja selalu melaporkan semua proses biometrik berjalan baik dan menutupi ketidaksiapan VFS mengantisipasi sebaran domisili dari pemohon visa umrah di seluruh pelosok kepulauan nusantara.  

Pada kenyataannya kantor-kantor VFS Tasheel yang tersebar di 34 kota di Indonesia sulit dijangkau yang membuat para jamaah kesusahan menempuh perjalanan menuju titik-titik pelayanan VFS Tasheel di daerah. Ditambah alamat kantor VFS Tasheel banyak yang tidak sesuai alamat seperti yang terjadi di Kantor Tasheel Ambon. 

Kesalah-kesalahan seperti itulah yang mendorong PPIU meminta VFS Tasheel menghentikan kegiatannya sampai VFS Tasheel siap dengan segala fasilitasnya. Apalagi jika menyangkut legalitasnya yang belum jelas. 

Dia mengingatkan VFS Tasheel harus melengkapi izin-izin operasional dari instansi terkait sesuai peraturan yang berlaku di wilayah NKRI. Pasalnya VFS Tasheel hanya mengantongi izin prinsip sebagai BPW (Biro Perjalanan Wisata) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melalui skema penanaman modal. 

Dia menegaskan, izin VFS Tasheel adalah sebagai biro perjalanan wisata, karena itu tak boleh. "Biometrik di wilayah NKRI  selama ini yang berwenang adalah Dukcapil Kemendagri dan Direktorat Imigrasi Kemenkumham," katanya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement