Rabu 23 Jan 2019 13:23 WIB

'Penundaan Rekam Biometrik Bukan Penyelesaian yang Baik'

Kalau ditunda sama saja merusak yang sudah berjalan dari pihak Arab Saudi.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Umum Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (sapuhi) - Syam Resfiadi
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (sapuhi) - Syam Resfiadi

IHRAM.CO.ID, JAKARTA --- Ketua Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi), Syam Resfiadi menilai keputusan Pemerintah merekomendasikan proses perekaman biometrik oleh Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel ditunda merupakan langkah penyelesaian yang kurang tepat. Menurut Syam, proses perekaman biometrik oleh VFS Tasheel akan lebih baik tetap berjalan sambil melakukan perbaikan-perbaikan terutama terkait dengan keberadaan kantor-kantor cabang VFS Tasheel di daerah.

“Untuk ditunda saya ragu karena sudah berjalan. Kalau ditunda sama saja merusak yang sudah berjalan yang ada dari pihak Arab Saudi. Jangan main //cut saja dengan ditunda, itu tidak akan membuat penyelesaian yang lebih baik,” tutur Syam kepada Republika.co.id pada  Rabu (23/1).

Baca Juga

Memang menurut Syam keberadaan VFS Tasheel menjadi persoalan dan dikeluhkan oleh calon jamaah umrah. Penyebabnya, karena keberadaan kantor VFS Tasheel hanya berada di 35 titik seantero Indonesia.

Hal itu menjadi beban bagi jamaah terutama yang memiliki jarak jauh untuk melakukan proses perekaman. Kendati biaya rekam biometrik hanya Rp 120 ribu namun calon jamaah umrah harus merogoh kocek ratusan hingga jutaan rupiah untuk ongkos transportasi menuju daerah yang terdapat kantor VFS Tasheel.

Namun menurut Syam, rekomendasi penundaan pelaksanaan rekam biometrik oleh VFS Tasheel bukan solusi yang tepat. Apalagi menurutnya hal itu telah menjadi kebijakan Kerajaan Arab Saudi sebagai prasyarat untuk memperoleh visa umrah.

Karenanya menurut Syam, pemerintah Indonesia perlu menghormati kebijakan Arab Saudi. Meski begitu, jelas Syam, Pemerintah Indonesia bisa mengambil langkah-langkah teknis terkait perekaman biometrik oleh VFS Tasheel.

“Keputusan suatu negara tak boleh diganggu gugat negara lain, kita sebagai pelaksana dari aturan itu paling bicara masalah teknis. Sekarang bagaimana caranya mempermudah pelaksanaan VFS Tasheel ini, bagaimana pelaksanaanya itu silakan dibicarakan dengan VFS Tasheel,” kata Syam.

Salah satu opsi yang sempat didengarnya dari Kementerian Agama yakni membuat pelaksanaan proses perekaman biometrik bisa dilakukan di tiap kantor Departemen Agama di tiap wilayah. Namun menurut Syam, untuk perekaman biometrik di tiap kantor Depag juga perlu dipertimbangkan terkait anggaran pengadaan fasilitas perekaman biometrik.

Sebab menurutnya, VFS Tasheel sebagai perusahaan swasta juga terbatas dalam pendanaan untuk penyediaan fasilitas perekaman biometrik tersebut. Di lain sisi, Syam mengusulkan agar pelaksanaan perekaman biometrik menjadi urusan travel umrah dengan VFS Tasheel. Sehingga pihak travel dan VFS Tasheel menyediakan fasilitas perekaman biometrik untuk bisa menjangkau tiap calon jamaah umrah di tiap daerah.  “Kami yang akan mendatangi jamaah kami sendiri, itu konsekuensi kami punya jamaah, kami punya cabang harus siap,” tuturnya.

Sementara itu Syam juga mempertanyakan keinginan Kemendagri yang meminta VFS Tasheel untuk berkoordinasi untuk memastikan keamanan data calon jamaah. Syam merasa heran sebab Kemendagri baru menanyakan terkait keamanan data penduduk dalam pelaksanaan biometrik bagi jamaah umrah. Padahal perekaman biometrik juga menjadi syarat sejumlah negara terutama Eropa.

“Kenapa VFS juga tak ditanya data penduduk yang rekam biometrik mau pergi ke Eropa misalnya, kenapa hanya untuk umrah. Kenapa dukcapil dipermasalahkan, tiba-tiba dengan urusan umrah merasa terganggu,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement