Senin 11 Feb 2019 23:00 WIB

Nota Kesepahaman Sembilan K/L tak akan Efektif

Hampir 45 persen, jamaah umrah itu sebenarnya berasal dari travel yang tak berizin.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
Artha Hanif
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Artha Hanif

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Nota kesepahaman yang ditandatangai Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bersama sembilan kementerian lembaga (K/L) dinilai tidak akan efektif. Khususnya, dalam melakukan pecegahan, pengawasan, dan penanganan permasalah penyelenggaraan ibadah umrah. 

Sebelumnya Kementeria Agama (Kemenag) telah melakukan nota kesapahaman dengan Mabes Porli terkait hal yang sama tetapi tidak berjalan. “Dulukan Kemenag sudah sudah punya fakta intgritas atau sudah ada MoU juga denga Mabes Polri dan itu tidak jalan. Sekarang dibuat lagi dengan banyak kementerian lembaga di situpun ada Mabes Polri lagi. Dan pertanyaannya akan efektif tidak,” kata Ketua Harian Permusyawaratan Antar Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (Patuhi) Artha  Hanif kepada Republika.co.id, Sabtu (9/2).

Selain tidak efektif, Artah mengatakan, nota kesepahaman Kemenag dengan sembilan K/L ini akan menguras anggaran yang tidak sedikit. Artha tidak yakin dari masing-masing lembaga akan mengeluarkan anggaran yang diterimanya tiap tahun dari APBN untuk kegiatan dari nota kesepahaman ini dari.

“Karena ini hal besar menyiapkan satuan tugas (satgas) dengan ruang lingkup yang besar kemudian satu rencana besar dan itu tentu perlu dana besar juga,” katanya.

 

Sebagai bukti berjalannya sebuat kesepakatan, seharusnya dalam nota kesepahaman yang dilakukan pada Jumat (8/2) kemari, Menag menyampaikan evalusi terkait fakta integritas yang pernah ditandatangani Kemenag dengan Mabes Polri beberapa tahun yang lalu.

“Dan evaluasi itu tidak kami dengar dalam kata sambutan Menag kemari saat menandatangi nota kesepahaman dengan K/L,” katanya.

Artha mengatakan, sebenarnya, jika Kemenag ingin serius mengatasi permasalah penyelenggaraan ibadah umrah adalah menginvetarisir, mengontrol dan memonitor travel-travel yang belum berizinin, namun bisa memberangkatkan jamaah umrah.

Menurut Artha, hampir 45 persen, jamaah umrah itu sebenarnya berasal dari travel yang tak berizin. Caranya, travel bodong itu melakukan konsorsium atau bekerja sama dengan penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) atau travel yang berizin. Dan bahkan, travel bodong itu bekerja sama juga dengan provider visa yang berizin. 

Dan hal itu sebagai pangkal masalah umrahnya, menurut Artha, sudah diketahui oleh Kemenag sendiri. “Ini sebenarnya yang seharusnya menjadi konsen daripada Kemenag. Sebenarnya kita semua sudah tahu kuncinya ada di mana. Kuncinya ada di provider visa, tapi ini yang rasanya kurang menjadi perhatian,” katanya.

Dan program Sitem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (Sipatuh) itu, kata Artha, memberi angin segar kepada travel bodong dapat memberangkatkan jamaah umrah ke Tanah Suci. Ketika travel bodong itu berkonsorsium dengan travel yang sudah mendapatkan izin sebagai PPIU. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement