Selasa 12 Feb 2019 07:47 WIB

Lempar Jumrah di Mina

Di Mina terdapat tiga jumrah berbentuk tugu yang wajib dilempar

Mina
Mina

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA -- Kawasan yang panjangnya sekitar 3,2 km, terletak di daerah berbukit-bukit antara kota Makkah dan Muzdalifah. Dewasa ini Mina merupakan kota kecil yang hampir bersambung dengan kota suci Makkah. Kota ini tepatnya terletak di sebelah timur Makkah, pada jalan menuju Arafah.

Menurut Wahbah al Zuhaili, ahli fikih dan usul fikih Mesir, Mina merupakan tempat yang terletak antara jurang atau Wadi Muhassin dan Jumrah Aqabah. Wilayahnya terletak dalam lembah sempit yang memanjang dari barat ke timur dan di sekitarnya terdapat batu-batu cadas yang terjal. Di sebelah utara terdapat Bukit Sabir.

Di Mina terdapat tiga jumrah berbentuk tugu yang wajib dilempar oleh setiap orang yang  melakukan ibadah haji. Ketiga jumrah tersebut adalah Jumrah Ula (pertama) yang disebut juga Jumrah Sugra (kecil), Jumrah Wusta (tengah) dan Jumrah Aqabah (akhir) yang disebut juga Jumrah Kubra (besar).

Jumrah Aqabah adalah padang luas yang merupakan perbatasan Mina dengan Muzdalifah. Jumrah Ula berdekatan dengan masjid Khaif. Masjid Khaif merupakan masjid Nabi Ibrahim AS, berjarak kurang lebih 1,6 km dari Makkah. Masjid ini dibangun oleh Sultan Saladin (Salahuddin Yusuf al Ayyubi) dengan dasar kunstruksi dari Sultan Qain Bay dari Dinasti Mamluk. Masjid ini hanya memiliki pilar di bagian barat. Pada zaman sekarang, masjid tersebut diperbaiki dan diperluas.

Yang menarik dari Mina ini adalah keramaiannya yang sangat mencolok pada saat-saat bulan haji (Dzulhijjah), terutama pada malam menjelang tanggal 10 Dzulhijjah. Pada malam itu setiap orang yang melakukan ibadah haji bermalam di Mina untuk persiapan melontar Jumrah Aqabah.

Selain tempat menginap dan melempar Jumrah, Mina juga dijadikan tempat untuk malakukan ibadah kurban, mengikuti syariat Nabi Ibrahim AS ketika menyembelih putranya, Nabi Ismail AS. Pada zaman Nabi Muhammad SAW tempat pelaksanaan kurban tidak hanya di Mina, tetapi boleh dilakukan di tempat lain.

Dari sekian manasik haji yang dilakukan para jamaah di Tanah Suci mulai dari thawaf, sa'i, wukuf dan melempar jumrah, bisa dikatakan ibadah melempar jumrah di Mina merupakan rangkaian ibadah yang paling mencemaskan. Pasalnya, di tempat yang luasnya tak lebih dari 3,2 km ini, sekitar tiga juta jamaah harus berdesak-desakkan untuk melempar jumrah.

Selain padatnya jamaah yang akan melontar jumrah, kondisi fisik jamaah pun sering menjadi salah satu penyebab timbulnya musibah di Mina seperti yang terjadi Rabu 12 Januari 2005 yang menewaskan lebih dari 200 jamaah haji.

Maklum, setelah melakukan ibadah wukuf di Arafah pada 9 Dzulhijjah, para jamaah dengan mengendarai bus menuju Muzdalifah untuk mengambil batu dan kemudian melanjutkan ke Mina untuk bermalam sambil melempar jumrah.

Peristiwa yang terjadi tahun lalu, hampir mirip dengan kejadian beberapa tahun sebelumnya yakni tahun 1994 di tempat melempar jumrah dan tahun 1991 di Terowongan Muaishim yang menewaskan banyak jamaah karena terinjak-injak dan kehabisan nafas.

Salah satu penyebabnya, karena para jamaah ingin menggapai afdhaliyah yakni waktu yang utama untuk melempar jumrah seperti yang dilakukan Rasulullah SAW yaitu setelah tergelincirnya matahari.

Dalam ibadah haji itu ada syarat, rukun dan wajib. Melempar jumrah itu wajib haji yang harus dilakukan oleh jamaah tapi masih bisa diwakilkan. Kalau pun ditinggalkan, maka hajinya tetap sah tetapi harus membayar dam (denda). Sedangkan ibadah wukuf di Arafah merupakan salah satu rukun haji yang harus dilakukan oleh semua jamaah haji termasuk mereka yang sakit. Jadi ibadah wukuf sama sekali tidak bisa diganti.

Sangat disayangkan, hingga kini masih banyaknya jamaah haji yang mengutamakan soal afdhaliyah (keutamaan waktu untuk melempar jumrah) dan kurang memperhatikan kondisi fisiknya. Yang perlu difahami oleh setiap jamaah haji, afdhaliyah itu memang yang ideal tapi harus memperhatikan kondisi fisik. K

alau fisik kita sudah tidak memungkinkan, setelah lelah melakukan wukuf di padang Arafah, berjalan menuju Muzdalifah dan mabit di Mina, tidak ada salahnya kita melupakan afdhaliyah. Untuk para jamaah, jangan memaksakan diri.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement