Kamis 14 Mar 2019 21:18 WIB

Rencana Zonasi Jamaah Haji Sesuai Asal Daerah Disambut Baik

Zonasi tersebut membantu mempermudah optimalisasi layanan.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Makkah menyaksikan demo masak karyawan Remas, perusahaan pelayanan katering jamaah Indonesia,di wilayah Zaidi, Makkah, Arab Saudi, Kamis (11/8).
Foto: Republika/Didi Purwadi
Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Makkah menyaksikan demo masak karyawan Remas, perusahaan pelayanan katering jamaah Indonesia,di wilayah Zaidi, Makkah, Arab Saudi, Kamis (11/8).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Rencana pemerintah melakukan zonasi penempatan jamaah haji berdasarkan daerah asal dengan penyesuaian pelayanan katering sesuai cita rasa  daerah masing-masing disambut baik sejumlah kalangan.

Ketua Dewan Pembina Pengawas Umrah dan Haji (PUH), Mahfudz Djaelani, mengatakan masyarakat Indonesia berasal dari berbagai kepulauan dan memiliki budaya serta citarasa makanan yang berbeda-beda. Umumnya, masyarakat yang berasal dari daerah memang lebih menyukai makanan daerah asal masing-masing. 

Baca Juga

Apalagi, menurutnya, masyarakat Indonesia umumnya menganggap 'makan' itu berupa makanan berat, bukan dalam bentuk roti atau makanan ringan lainnya. 

Namun selain akomodasi dan katering, Mahfudz juga menyarankan agar pembimbing dan dokter yang bertugas saat haji berasal dari daerah bersangkutan.   

"Selain akomodasi dan katering, saya menyarankan agar pembimbing dan dokter juga orang daerah yang bisa bahasa daerah dan bahasa Arab," kata Mahfudz yang juga Ketua Dewan Penasehat Amphuri ini, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (14/3). 

Dia melanjutkan, pembimbing sebaiknya merupakan orang daerah yang bisa berbicara bahasa daerah setempat sekaligus mahir berbahasa Arab. Pasalnya, pembimbing kerap kesulitan dalam memahami maksud dan bahasa jamaah, terutama yang kurang bisa berbahasa Indonesia. 

Menurutnya, setiap daerah memiliki almuni dari kampus Islam atau perguruan tinggi yang memiliki kemampuan berbahasa Arab sekaligus bahasa daerah. 

Begitu pula dengan dokter, menurutnya, banyak dokter yang memiliki kecakapan demikian. Jika pembimbing dan dokter berasal dari daerah, ia mengatakan komunikasi antara mereka dan jamaah akan lebih mudah terjalin.

"Saya rasa, jika skema baru itu ditambah pembimbing dan dokter orang daerah, maka jamaah yang sakit atau meninggal bisa berkurang. Karena jamaah tidak mau makan jika makanan yang dihidangkan tidak sesuai citarasa mereka," tambahnya. 

Sebelumnya, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag RI, Sri Ilham Lubis, mengatakan skema zonasi ini diharapkan akan mempermudah pengawasan pelayanan, serta meminimalisir munculnya permasalahan karena adanya perbedaan budaya dan kendala bahasa. 

Sejauh ini, Kemenag mengatakan bahwa perkembangan dalam persiapan layanan akomodasi di Arab Saudi bagi jamaah haji Indonesia sudah mencapai 50 persen.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement