IHRAM.CO.ID, Mantan duta besar Beijing untuk Arab Saudi, Edward Wong mengatakan hal yang dia pelajari selama 13 tahun sebagai koresponden asing adalah suatu perjalan mengajarkan banyak hal tentang suatu negara meskipun itu di zona perang.
Dia menceritakan pengalamanya pertama kali menggunakan kereta peluru di Arab Saudi pada Januari. Demi mencoba menggunakan kereta ini, dia rela membatalkan tiket pesawat dari Madina ke Jeddah dan menggantinya dengan tiket kereta
Dilaporkan dari New York Times, Selasa (19/3), saat melakukan perjalanan untuk melaporkan suatu kegitan di daerah Al Ula yang terpencil, dia telah mendengar kabar bahwa pada Oktober, Saudi telah membuka kereta api berkecepatan tinggi antara Madinah dan Makkah, tempat ziarah paling penting bagi umat Islam. Dengan total jarak tempuh 281 mil.
Dia mendapat penerbangan dari Jeddah kembali ke Washington malam hari, tempatnya sekarang bekerja sebagai koresponden diplomatik.
Jika dia naik kereta sekitar tengah hari, ia masih punya waktu untuk berjalan di sekitar kota tua dan corniche tepi laut, mungkin makan malam dan kemudian naik pesawat.
Pemesanan tiket semudah membuat reservasi di Amtrak. Dari kamar hotelnya di ngarai padang pasir di Al Ula. Dia mengunjungi situs web Haramain High Speed Railway, mengklik opsi berbahasa Inggris dan melihat jadwal.
Ada kereta berangkat pada siang hari berikutnya yang akan membawanya ke Jeddah pada pukul 2.16 malam waktu setempat. Semua tiket kelas ekonomi habis terjual, dengan menggunakan kartu kredit Amerika, dia memesan kursi kelas bisnis seharga 220,5 riyal Saudi atau 59 dolar Amerika.
Dia menambahkan, selalu menikmati perjalanan kereta api, tetapi ada alasan khusus kereta tersebut menggugah minatnya. Dia meneliti proyek-proyek komersial di luar negeri yang melibatkan perusahaan-perusahaan Cina.
Perusahaan-perusahaan milik negara Cina mendapatkan kontrak infrastruktur di banyak negara, bahkan sebelum Presiden Xi Jinping mulai gencar mempromosikan Inisiatif Belt and Road-nya.
Dia menemukan fakta bahwa perusahaan milik negara Cina terlibat dalam fase pertama membangun kereta api berkecepatan tinggi antara Madinah dan Makkah.
Ada disonansi tertentu di sini, Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa membantu membangun jalur kereta api yang menghubungkan situs-situs paling suci dalam Islam.
Dia mengirim email kepada seorang pejabat di Kedutaan Besar Saudi di Washington agar mendapatkan visa untuk melapor di Arab Saudi, tetapi tidak ada hasilnya. Negara itu biasanya tidak mengeluarkan visa turis, dan visa jurnalis sulit didapat.
Itu bertahun-tahun yang lalu. Sekarang dia memiliki visa, sehingga bisa meliput perjalanan Sekretaris Negara Mike Pompeo ke kerajaan.
Pada pagi 17 Januari, seorang sopir membawanya ke selatan dari Al Ula ke Madinah. Mereka dengan hati-hati meluncur ke utara di sekitar jantung Madinah yang ramai menuju stasiun kereta api berkecepatan tinggi.
Non-Muslim dilarang memasuki Madinah pusat. Hal pertama yang mengejutkannya kebanyakan di stasiun adalah para peziarah.
Di luar, pria berjubah putih dan wanita berpakaian hitam penuh, seringkali dengan wajah tertutup, terlihat sedang beroda. Beberapa kalid ia melihat Muslim yang tampaknya berasal dari Asia Tenggara.
Stasiun gua itu sibuk tetapi tidak ramai. Sebuah tanda menunjuk ke sebuah masjid. Pilar dan lengkungan menarik mata ke arah langit-langit yang gelap dan membumbung, dihiasi dengan motif berbentuk berlian yang membiarkan sinar matahari masuk. Ubin lantai berkilau.
Dia memindai tiket elektronik di ponsel saya di pintu putar untuk masuk ke area platform. Di Tiongkok, dia telah naik banyak kereta berkecepatan tinggi, dan ini terlihat mirip.
Salah satu sudut kota Madinah (ilustrasi).
Ada gerbong berbentuk peluru di bagian depan dan sederetan gerbong penumpang di belakangnya. Mereka juga menyerupai kereta berkecepatan tinggi yang dia pernah naik di Jepang dan Prancis.
Dia berjalan ke gerbong kelas bisnis dan naik. Kabin itu hampir penuh. Diaduduk di kursi lebar. Semua kursi memiliki layar televisi kursi belakang. Kereta ini telah dirancang dan dibangun oleh perusahaan Spanyol.
Meninggalkan Madinah, kereta terus menambah kecepatan, hingga mencapai sekitar 190 mil per jam. Melewati pedesaan yang datar dan kering, yang dipenuhi semak belukar. Para pelayan berbaju putih, rompi hitam, dan sarung tangan putih menyajikan kurma dan kopi Arab. Kemudian mereka datang dengan makan siang, roti ayam, kue manis, dan kopi lagi.
"Apa pendapatmu tentang semua ini?" Tanya seorang pria yang lebih tua dengan janggut tebal dan hiasan kepala tradisional kotak-kotak merah di depannya. "Ini perjalanan yang mulus?, "tanya pria tersebut.
Pemandangan menjadi lebih berbukit saat kami mendekati Pegunungan Hijaz yang sejajar dengan Laut Merah, sebelum melanjutkan ke selatan di sepanjang pantai. Pada jam 1.30 waktu setempat, mereka melaju melalui stasiun di Kota Ekonomi Raja Abdullah. Segera setelah itu, mereka berhenti di Jeddah.
Dia ingin melakukan perjalanan ke Mekah, tetapi seperti dengan Madinah pusat non-Muslim dilarang memasuki kota. Dia turun dari kereta dengan tasnya.
Ketika dia berjalan ke tempat penampungan taksi bersama para peziarah. Dia melihat sebuah poster dengan foto-foto besar Raja Salman, Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman dan kereta, ditambah kata-kata Saudi Vision 2030. Sebuah keluarga mengambil foto ponsel mereka berdiri di depannya.
Saudi Vision 2030 adalah slogan untuk program pembangunan ekonomi yang ambisius yang dipelopori oleh putra mahkota, Mohammed bin Salman (MBS). Di Barat, dia sekarang dikenal lebih karena tindakan kekerasan, melakukan perang melawan pemberontak di Yaman yang telah mengakibatkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Menurut CIA, dia memerintahkan pembunuhan Jamal Khashoggi Oktober lalu, seorang penduduk Virginia yang tinggal di Virginia sekaligus kolumnis Washington Post. Pemerintah Saudi telah membantah keterlibatan putra mahkota dalam pembunuhan itu.
Kereta menyajikan pandangan yang berbeda dari komplek kerajaan. Dia naik taksi dan melihat kembali ke para peziarah yang ada dari stasiun ketika ia pergi menuju Laut Merah.