IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) resmi disahkan DPR dan Pemerintah Kamis (28/3) lalu. Salah satu isi UU tersebut membahas mengenai jamaah haji furadah.
Dalam UU tersebut, pemerintah menegaskan jika keberadaan haji furadah menjadi tanggung jawab Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Wakil ketua Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), Muharom Ahmad, menyambut baik peraturan tersebut. Dengan adanya UU baru ini, ia menyebut keberadaan jamaah haji furadah lebih terkontrol dan tercatat.
"Kami memandang banyak hal positif dalam UU PIHU ini, khususnya dalam kepastian usaha bagi PIHK, baik penetapan kuota haji khusus, status visa furadah yang diwajibkan berangkat bersama PIHK," ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad (31/3).
Ia menyebut, dengan diwajibkannya jamaah furadah berangkat bersama PIHK, maka pengawasan terhadap jamaah dengan visa haji undangan ini akan lebih terkontrol dan terevaluasi.
Hal ini dipercaya akan menekan keinginan masyarakat yang ingin berangkat haji dengan visa non haji. Ia menambahkan, bisa dipastikan jamaah yang resmi akan berangkat memakai visa haji kuota atau visa haji furodah. Sementara di luar itu akan dianggap ilegal, baik menurut aturan pemerintah Indonesia maupun aturan Arab Saudi.
Ia pun menyebut visa haji furadah adalah solusi bagi mereka yang benar-benar mampu untuk berangkat menunaikan ibadah haji pada saat itu juga. Mampu di sini dalam artian secara financial maupun kesehatan dan kesempatan.
"Pada akhirnya ini bisa mengurangi panjangnya antrian haji dan tidak mengganggu jatah kuota haji Indonesia," lanjutnya.
Ahmad melanjutkan, sebelum ini, perihal haji furadah hanya diatur oleh PP No 79 tahun 2015. Dimana WNI yang mendapat undangan dari Kerajaan Saudi dikecualikan dari mekanisme pendaftaran haji, namun tidak jelas siapa yang menjadi penanggungjawabnya.
"Pada UU sekarang diwajibkan melalui PIHK dan diwajibkan dilaporkan kepada Menag RI," ujarnya.
Mengenai kesiapan PIHK dalam mengakomodir keberadaan haji furadah, Ahmad meyakinkan pihaknya siap. Dengan arahan dan koordinasi asosiasi dan HIMPUH, PIHK siap bertanggungjawab atas keberadaan haji furadah selama menjalankan ibadah haji.
Sebelumnya, Menteri Agama, Lukman Hakim Saifudin, menyebut keberadaan Pasal 16 sampai 17 UU PIBU dapat melindungi jamaah dari potensi kecurangan yang mungkin dilakukan pihak penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK). Ditegaskan dalam UU tersebut jika PIHK adalah pihak yang memberangkatkan jamaah haji furodah.
"Maka mereka-mereka (calon jamaah haji furodah--Red) yang menggunakan visa di luar kota tadi itu, mereka harus berangkat melalui PIHK," kata dia.
Lukman memastikan, segala sesuatu terkait haji furadah dikerjakan melalui PIHK, bukan Kementerian Agama (Kemenag). Kementerian hanya akan mengawasi, siapa dan berapa jamaah haji Indonesia yang mengunakan haji furadah melalui PIHK.