IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) memberikan perhatian dalam hal perlindungan terhadap konsumen. Aturan tersebut mengamanatkan empat sampai 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar bagi biro perjalanan umrah dan haji khusus yang terbukti curang.
Ketentuan itu terdapat pada Bab X Pasal 112 UU PIHU, yang baru disahkan DPR dan Pemerintah pada Kamis (28/3) lalu. Permusyawaratan Antarsyarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (PATUHI) mengapresiasi adanya ketentuan pidana di dalam UU PIHU.
PATUHI berharap ketentuan pidana bisa dijalankan pemerintah dengan baik dan amanah. Dengan begitu, tujuan pemidanaan dapat membuat efek jera kepada para pengusaha travel umrah dan haji khusus yang berniat mengkhianati amanah konsumen.
Ketua Harian PATUHI Artha Hanif memastikan, baik secara individu maupun organisasi di lingkungan PATUHI menerima segenap ketentuan dalam UU PIHU terbaru, termasuk adanya klausul pemidanaan. Menurut dia, ketentuan pidana dalam sebuah undang-undang merupakan suatu yang diperlukan.
"Adanya klausul pemidanaan itu wajar kita gak masalah," kata Artha Hanif saat berbincang dengan Ihram.co.id, Kamis (4/4).
Artha mengaku sudah membaca draf UU PIHU. Di dalam ketentuan tersebut, lanjut dia, ditegaskan bahwa kejahatan sektor haji dan umrah akan ditindak Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPPNS).
"Jadi PPNS ini melakukam fungsi sebagaimana aparat kepolisian. PPNS mereka akan melakukan pengawasan internal dan eksternal, oleh karena itu mereka akan melibatkan DPR (dan) BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," ujarnya.
Untuk itu PATUHI kata Artha menyambut baik adanya ketentuan pidana dalam UU PIHU terbaru. Dia juga meilai, tindakan pidana perlu diselesaikan secara cepat sehingga menimbulkan efek jera bagi para pelaku.
"Kalau menunggu pemerintah maksudnya aparat kepolisian kan terlalu lama," ujar dia.