IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) menyarankan Kementerian Agama (Kemenag) merekomendasikan sistem zonasi untuk penempatan jamaah haji selama berada di Makkah, Arab Saudi. Sistem zonasi ini diharapkan bisa mengatasi masalah pengendalian jamaah dan citra rasa konsumsi jamaah haji Indonesia yang beraneka ragam seleranya sesuai dengan derah masing –masing.
Sebab, Ketua KPHI Muhammad Samidin Nasyir menilai, sistem qur'ah (undian) penempatan kloter di pondokan Makkah terdapat beberapa kekurangan. Salah satunya adalah komunikasi antarjamaah sering terkendala dan pengendalian menjadi sulit.
Sementara itu, selera makanan mereka juga beragam. Sehingga pihak katering sulit menyesuaikan keragaman cita rasa tersebut.
“Dampaknya sebagian jamaah malas makan sesuai jatah konsumsi hari itu yang berpengaruh kepada kurangnya asupan gizi dan kalori yg dibutuhkan. Dampak lanjutnya berpengaruh pada penurunan tingkat kesehatan dan kebugaran jamaah haji Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, selama menjalankan ibadah haji perlu kondisi fisik yang prima karena ada beberapa ibadah yang memerlukan tenaga lebih seperti wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina dan melontar Jumrah serta tawaf Ifadhah.
Sebelumnya, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Nizar Ali, menyampaikan jamaah haji Indonesia tahun ini akan ditempatkan dalam sistem zonasi selama berada di Makkah. Ia menerangkan, ada tujuh zona penempatan yang diatur dalam Keputusan Dirjen PHU Nomor 135 Tahun 2019 tentang Penempatan Jamaah Haji Indonesia di Makkah dengan Sistem Zonasi Berdasarkan Asal Embarkasi Tahun 1440 H/ 2019 M.
Penempatan jamaah haji Indonesia di Makkah didasarkan asal embarkasi dan dibagi dalam tujuh zona atau wilayah."Sistem zonasi ini diharapkan akan memudahkan koordinasi, meminimalkan kendala bahasa, serta memudahkan penyediaan menu katering berbasis wilayah," ujarnya.